Hersubeno Arief: Membandingkan Anies dengan Ahok

Manajemen turn around merupakan langkah besar yang memerlukan keberanian, kesungguhan, ketabahan, kejelian, dan kecermatan memahami pasar, terutama para pesaing.

Kampanye negatif

Sebagai sebuah brand, Ahok yang semula menjadi market leader berhasil dikalahkan oleh kompetitornya bernama Anies Baswedan. Sebagai Gubernur DKI, Anies lah yang sekarang menjadi menjadi market leader.

Agar persaingan tetap terjaga (the same playing field) maka Ahok dan timnya tampaknya tengah menerapkan beberapa strategi. Tidak hanya image building, berupa rebranding, namun mereka juga melakukan downgrading terhadap produk kompetitor, berupa strategi kampanye negatif (negative campaign).

Itulah yang menjelaskan mengapa ketika Anies menyebut kata “pribumi” dalam pidatonya langsung menimbulkan keriuhan yang tidak proporsional. Begitu juga dengan hebohnya para pedagang di Pasar Tanah Abang yang kembali berjualan di jalan, sampai soal Sandi Uno yang tidak memakai sepatu dan ikat pinggang sesuai surat edaran gubernur. Itu semua adalah bentuk strategi untuk membuat reputasi dan brand dari Anies menurun.

Harus diakui, tim yang bekerja untuk Ahok ini sangat terencana, sistematis, militan, dan didukung oleh kekuatan media, media sosial dan di belakangnya ada pemodal yang memiliki dana cukup besar. Mereka menerapkan sebuah strategi tombak kembar, image building sekaligus downgrading. Rebranding dan negative campaign.

Tahap berikutnya, dan ini nampaknya yang akan menjadi senjata andalan, adalah strategi deferensiasi. Sebuah upaya membandingkan Ahok dengan Anies secara terbuka, dan kontras. Head to head. Tujuannya berupa penegasan atas posisitioning Ahok.