Kemiskinan Jawa Tengah, Capres Boneka, dan Pemilu 110 Triliun

Bertambahnya secara drastis daerah kemiskinan di Jawa Tengah, tidak adanya keberpihakan dalam persoalan Desa Wadas, dan keterkaitan nama Ganjar dalam kasus E-KTP merupakan contoh buruk komitmen pejabat publik kepada rakyat.

Maka menjadi semakin suram masa depan negeri ini dan mayoritas rakyatnya apabila Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 mendatang yang telah dianggarkan akan menelan biaya Rp 110 triliun hanya menghasilkan penguasa bermodal pencitraan tanpa integritas, track record yang positif, dan kemampuan problem solver.

“Biaya Pemilu yang sangat besar seperti itu apakah akan menghasilkan pemimpin-pemimpin hebat atau hanya pemimpin-pemimpin kelas boneka ? Yang hanya mengandalkan pencitraan berbayar melalui pollsterRp dan mediaRp …” tandas tokoh nasional Dr Rizal Ramli di akun twitter-nya baru-baru ini.

Pertanyaan penting ini esensinya mewakili suara kolektif mayoritas rakyat dan membangun kesadaran bahwa betapa berbahaya memilih pemimpin yang bertumpu pada pencitraan dengan modal kapital oligarki, karena pada akhirnya sosok yang terpilih hanya akan mengabdi kepada kepentingan oligarki.

Persis seperti para bupati dan kepala daerah di era Taman Paksa yang menempatkan diri menjadi suksesor bagi Van Den Bosch.

Yang apabila dihadapan tuan-tuan oligarki yang merupakan junjungan mereka, siap sedia untuk selalu berkata:

“Duli paduka Tuanku, akulah pelayan abdi setiamu …”.  Sambil kakinya menginjak rakyat. [RMOL]