Kesalahan Terbesar Anies Baswedan

Stephen Horwitz dalam website “Adam Smith Work” menjelaskan, “The value of inputs is derived from the value we attribute to the outputs”.

Dengan koreksi pengikut Adam Smith ini, di mana peranan buruh tidak diakui dalam penciptaan nilai tambah pada sebuah komoditas, maka tinggal pengikut Muhammad SAW dan pengikut Marxis, yang mempunyai landasan moral mencintai buruh.

Mencintai buruh di negara-negara maju akan mendapatkan balasan yang setimpal, dalam konteks kepemimpinan bangsa. Ketika Obama maju jadi capres Amerika, kalangan buruh mengumpulkan dana rata-rata $10 per orang. Sepuluh dolar AS adalah sekitar Rp 140.000.

ABC news, 2008, melaporkan bahwa dalam 21 bulan telah terkumpul dana kampanye Obama sebesar $750 juta, lebih besar dari kandidat lawannya. Dari 4 juta penyumbang, 80% nya adalah kaum buruh dan rakyat biasa. Obama mencintai buruh dan buruh mencintai Obama.

Di Indonesia Anies dan buruh belum tentu saling mencintai. Pada saat UU Omnibus Law Ciptaker yang menghancurkan nasib buruh akan diberlakukan, tahun lalu, banyak tokoh-tokoh buruh yang bermesraan dengan Jokowi.

Saat ini juga, belum tentu elit buruh menjadi cinta pada Anies, ketika Anies mengambil resiko membela nasib buruh. Hubungan cinta-mencintai dalam konteks kepemimpinan bangsa di Indonesia belakangan ini lebih pada “money-politics” alias”wani piro” atau politik aliran alias primordial.

Di sinilah kesalahan Anies Baswedan ketika akan maju jadi capres. Seharusnya Anies seperti kandidat lainnya saja, menjilat pengusaha dan kaum oligarki.

Namun, kesalahan Anies dapat dihormati jika Anies sungguh-sungguh menempatkan pilihannya mencintai buruh dalam kerangka moral. Karena Anies beragama Islam, maka landasan moralnya tentu bersumber dari ajaran Muhammad SAW tentang pemihakan pada buruh.

Semoga kesalahan Anies yang memihak rakyat tertindas dibalas setimpal oleh kaum buruh, dengan mereka mencintai Anies. [Penulis: Dr. Syahganda nainggolan]