Koalisi Kepala Desa dan Agenda Jokowi Tiga Periode

Gde Siriana*

Kandidat Doktor Ilmu Politik Universitas Padjadjaran dan Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies_

 

Setahun lalu, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) menyerukan dukungan kepada Presiden Joko Widodo untuk melanjutkan masa jabatan kepresidenannya hingga tiga periode. Perlu dicatat, beberapa pihak dalam Apdesi menyangkal klaim bahwa organisasi itu mendukung Jokowi tiga periode. Lalu, beberapa hari lalu, 17 Januari 2023, Apdesi menggeruduk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun. Tuntutan ini tentu saja harus merevisi Undang-Undang Desa. Ini sama halnya dengan perpanjangan masa jabatan presiden yang harus mengamendemen konstitusi.

Jejak dukungan politik Apdesi kepada Presiden Jokowi sesungguhnya terlihat jelas sejak dua tahun lalu. Pada awal Desember 2021, Ketua Umum Apdesi, Surta Wijaya, menyatakan bahwa organisasinya akan menganugerahi Presiden Jokowi dengan gelar Bapak Pembangunan Desa dan Bapak Kepala Desa Senusantara. Mobilisasi kepala desa untuk mendukung “Jokowi tiga periode” pun berlanjut di Istora Senayan pada 29 Maret 2022. Acara tersebut dihadiri Presiden Jokowi beserta Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan; Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian; Menteri Sekretaris Negara Pratikno; Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar; Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Budi Arie Setiadi; serta Ketua Umum Apdesi, Surta Wijaya.

Menurut pengakuan Ketua Majelis Pembina Organisasi Apdesi, Muhammad Asri Anas, Luhut merupakan Ketua Pembina Apdesi. Ada juga dua penasihat organisasi, yaitu Halim Iskandar dan Tito Karnavian (Tempo, 30 Maret 2022). Selain itu, Abdul Halim adalah kakak kandung Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa yang pernah melontarkan gagasan perpanjangan masa jabatan presiden. Adapun Budi Arie Setiadi merupakan Ketua Umum Projo, relawan pendukung Jokowi dalam pemilihan presiden 2014 dan 2019. Dalam beberapa acara pada 2022, Budi Ari menyatakan dukungan Projo untuk Ganjar Pranowo. Dia mengklaim 85 persen pendukung Jokowi mengarahkan dukungan kepada Ganjar untuk pemilihan presiden 2024.

Dari rangkaian peristiwa di atas, dapat ditarik benang merah bahwa bukanlah suatu kebetulan semata ada hubungan antara manuver politik Apdesi dan agenda “Jokowi tiga periode”. Dalam tulisan ini, saya ingin mengingatkan kembali kekhawatiran saya dalam tulisan di Koran Tempo edisi 1 April 2022 bahwa para kepala desa sesungguhnya telah dimobilisasi untuk melancarkan agenda “Jokowi tiga periode” ini sejak dua tahun lalu.

Relasi kuasa dalam hubungan antara Apdesi dan elite pemerintahan Jokowi yang terlibat dalam mendukung isu “Jokowi tiga periode” dapat diamati dengan menggunakan konsep relasi kuasa yang dipaparkan Laura K. Guerrero dan Peter A. Andersen dalam Close Encounters: Communication in Relationships (2011). Relasi itu adalah power as perception (kuasa sebagai persepsi), power as a relational concept (kuasa sebagai konsep relasional), dan power as a resource-based (kuasa sebagai basis sumber daya).

Nama Luhut di pusaran isu “Jokowi tiga periode” tentu saja tidak terlepas dari kekuasaan yang dimilikinya, meski sesungguhnya hanya berbasis pada persepsi. Tanpa Jokowi, Luhut bukan siapa-siapa. Luhut, yang menggunakan isyarat kekuasaan dan bertindak proaktif, cenderung dianggap berkuasa oleh orang lain. Dalam berbagai keputusan atau kebijakan pemerintah, seperti selama masa pandemi Covid-19 ataupun proyek-proyek infrastruktur, Luhut selalu menjadi yang terdepan dalam inisiatif pengambilan keputusan meskipun posisinya sebatas pembantu senior presiden. Ihwal kekuasaan Luhut ini, saya menggunakan istilah supra-power, yaitu kekuasaan yang melebihi atau melampaui kewenangannya dalam posisi struktural. Supra-power yang dimiliki Luhut inilah yang memperkuat persepsi orang lain terhadap kekuasaannya.