Mereduksi Islam, Menuju Kepunahan NKRI

Indonesia kini, dengan kesadaran krisis dan kesadaran makna  atau tidak sama sekali.  Ada kepedulian atau pura-pura tidak tahu.  Terus melakukan pembiaran ataupun dengan gugatan. Mengadakan aksi perlawanan maupun lebih memilih bersekongkol. Apapun kekacauan  keadaannya sekarang. Sudah dalam posisi yang sangat membahayakan. Seperti penyakit, ia berada dalam kondisi akut dan kritis. Tidak cukup sekedar diagnosa, harus ada langkah kongkrit penyelamatan.

Kekuatan Islam yang perlahan dilumpuhkan, mencerminkan realitas semua kerusakan itu. Menjadi titik balik dari keberadaan dan eksistensi Indonesia saat ini dan masa depan. Apakah kekuatan Islam di negeri ini terus menjadi korban dari eksploitasi kejahatan negara dan kekuatan global. Ataukah Islam bangkit di negeri yang spiritualitas dengan kehidupan rakyatnya tercerai-berai. Terutama saat  Tuhan dihadirkan dalam wujud harta dan tahta. Uang dan kekuasaan menjadi sesembahannya.

Mungkinkah kebangkitan umat Islam bersama kebangkitan Indonesia?

Atau kehilangan ghiroh umat Islam seiring kehilangan NKRI?. Entah dari orang dalam kekuasaan yang eling.  Entah revolusi rakyat yang akan melahirkan pemimpinnya sendiri. Mungkin juga jalan keselamatan bagi negeri ini menjadi hak prerogatif Allah Yang Maha Kuasa.

Seiring bergulirnya waktu dan dalam keadaan yang sedemikian rupa. Rakyat Indonesia khususnya umat Islam, harus kembali  kepada nilai-nilai Islam dan menegakkan aqidahnya. Ada baiknya sebagai bagian strategis dari sebuah negara bangsa Indonesia, kaum muslim menengok satu wahyu Allah azza wa jalla. Seperti yang tertuang dalam al Quran pada irisan   surat Ar-Ra’d : 11.

 

إِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى
يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Innallaaha laa yughayyiru maa biqaumin hattaa yughayyiruu maa bi anfusihim.

yang artinya:

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”