Merevisi Otak Presiden dengan Quantum Ikhlas

Dengan selalu berpikir positif, hal-hal positif secara otomatis akan menghampiri. Demikian sebaliknya.
“Hidup kita adalah apa yang kita bayangkan, apa yang kita pikirkan,” kata Erbe menjelaskan hukum daya tarik menarik.

Jadi jika Pak Jokowi benar-benar ingin dikritik, sebaiknya menurunkan gelombang otak, agar muncul gelombang positif. Dari frekuensi beta (memilik rentang 13 hingga 30 hertz) menjadi alfa (8 sampai 13 hertz).

Merujuk penjelasan ilmiah Erbe Sentanu, gelombang beta berkaitan dengan tingkat kesadaran, kewaspadaan dan gairah tinggi. Ketika Pak Jokowi membuat keputusan, sangat dipengaruhi oleh gelombang beta.

Bahkan, pada keputusan kontroversial yang memicu reaksi masyarakat, saya meyakini, Pak Jokowi menggunakan gelombang gamma yang berkuatan sangat tinggi, berkisar 40 hertz.

Lantas dari mana Pak Jokowi harus mulai merevisi gelombang berpikirnya? Latihan! Setiap pagi mendengarkan compact disc Erbe Sentanu yang sudah disetel di frekuensi alfa, dimana orang pada kondisi setengah tertidur tapi tetap terjaga.

Bayangkanlah, Indonesia makmur, penuh damai, serta lupakan kosa kata buzzer rupiah dari memori anda. Jangan lupa menyebut asma Allah, Pak.

Mohon jangan meremehkan ilmu Quantum Ikhlas, karena Erbe Sentanu sudah membuktikan.

Vonis medis bahwa pasangan Erbe Sentanu mandul, pada akhirnya rontok setelah mereka berdua menjalani terapi Quantum ikhlas.

Tidak hanya membayangkan, Erbe dan istrinya berperilaku seolah-olah menyiapkan kelahiran anak bayinya.

“Di mana kalian berobat,” tanya sang dokter geleng-geleng kepala mengetahui istri Erbe positif hamil.

“Dari dokternya manusia”! jawab Erbe.

Jadi Pak Jokowi memang harus merevisi gelombang frekuensi di otak sebelum membuat kebijakan publik untuk memuliakan umat, mensejahterakan rakyat. Bapak adalah presiden seluruh penduduk Indonesia.

Benar apa yang disampaikan Rocky Gerung (meski saya bukan followernya) , Pak Jokowi memang harus mulai membuka kesempatan oposisi bersuara. Mengawali dari hulu, agar bisa diikuti di hilir. (FNN)

Penulis adalah Pemerhati Seni