Pelajaran Dari Aksi 21-22 Mei Berdarah

Eramuslim.com – BELUM pernah dalam sejarah demokrasi Indonesia terjadi aksi politik memprotes kecurangan pemilu yang berujung pertumpahan darah. Dunia pun ikut geger, ucapan selamat para pemimpinnya kepada Widodo atas kemenangan dan terselenggaranya pemilu yang damai, sekejap sebelumnya, menjadi kehilangan makna.

Berbagai media asing memberitakan di halaman muka tentang “Jakarta Riot” (Kerusuhan Jakarta) yang menelan korban jiwa 6 orang (8 orang berdasarkan versi terupdate Pemprov DKI) dan ratusan luka-luka. Meskipun di tulisan ini saya lebih suka menggunakan istilah “21-22 Mei Berdarah”, daripada istilah Kerusuhan Jakarta yang digunakan media asing. Karena dalam istilah kerusuhan, tidak tertangkap secara utuh esensi peristiwa bersejarah tersebut.

Kami tidak ingin membahas tentang polemik siapa yang memulai, siapa dalangnya, atau siapa provokator dari “21-22 Mei Berdarah” sehingga aksi yang direncanakan damai menjadi rusuh. Kami juga tidak ingin membahas tentang kesalahan prosedur aparat kepolisian yang sudah diakui juga oleh mereka sendiri, sehingga melabrak berbagi aturan penegakan HAM dan konvensi internasional.

Juga kami tidak ingin membahas tentang kecurangan pemilu yang menjadi tema asli “21-22 Mei Berdarah” yang setelah lebaran kita akan tonton bersama pagelarannya di Mahkamah Konstitusi.

Yang ingin kami bahas di sini adalah aspek politik-ekonomi yang berada di balik peristiwa tersebut, sebagai pelajaran bagi kita semua.