Inilah Kekejaman Israel terhadap Rakyat Palestina, Anak-Anak Pun Jadi Target Serangan

Karena tidak pernah punya banyak waktu dengan sang anak, hari itu seorang Ayah, warga Palestina di Ghaza, membawa anaknya berjalan-jalan keluar. Tapi, disaat ayah dan anak itu sedang menikmati kebersamaannya, kebahagiaan dan keceriaan mereka terenggut oleh sebuah misil Israel.

Peristiwa menyedihkan semacam itu, bukan yang pertama kali menimpa warga sipil Ghaza. Mereka sudah terlalu sering menjadi sasaran misil-misil Israel yang ditembakkan secara random pada penduduk sipil Palestina. Yusef al-Yazji, kerabat dari ayah dan anak yang menjadi korban misil Israel tadi, dengan kepedihan hanya mampu melontarkan pertanyaan yang tak pernah terjawab, "mengapa rakyat biasa seperti dirinya, juga harus menjadi target serangan" pasukan Zionis Israel?

"Kami sering melihat hal semacam ini, tapi kami tidak bisa selamanya berdiam diri di dalam rumah. Kami haru bekerja untuk menafkahi keluarga. Kami bukan orang-orang yang mereka (pasukan Israel) cari, jadi kami pikir, kami tak perlu sembunyi, " ujar al-Yazji, setelah memberikan penghormatan terakhir pada kerabatnya, Muhammad dan puteranya yang berusia delapan tahun, yang menjadi korban misil pasukan Israel pada Rabu (17/1) malam.

Dengan demikian, selama hampir sepekan operasi militer pasukan Zionis ke Jalur Ghaza, sudah 37 warga Palestina yang gugur, terdiri dari anak-anak, balita dan kaum perempuan. Hari ini, Sabtu (19/1) dinihari, serangan pasukan Zionis kembali menelan korban jiwa dua warga Palestina.

Pernikahan "Berdarah"

Di tempat lain di Ghaza, anak-anak dengan wajah ceria bertepuk tangan, sebagai tanda ikut berbahagia pada dua pasangan pengantin, ketika tiba-tiba terdengar suara "buuzzz" dan seketika suasana pernikahan yang gembira berubah menjadi banjir darah.

"Saya tidak percaya dengan apa yang terjadi. Kami sedang duduk di depan rumah kami, ngobrol-ngobrol dan saling bercanda. Tiba-tiba ada ledakan kuat dan asap yang sangat pekat. Kami hampir tidak bisa melihat apapun dan hanya mendengar suara tangisan, " tutur Muhammad Abdul Jawad menceritakan situasi di pernikahan itu saat misil Zionis Israel menghantam mereka.

Seorang perempuan meninggal dunia dan lebih dari 50 orang lainnya luka-luka, kebanyakan kaum perempuan dan anak-anak. Seorang ibu, berama Umi Fahmi yang menjadi saksi tragedi itu mengungkapkan, "Saya seperti merasakan gempa bumi. Rumah saya bukan hanya bergetar, tapi seperti lepas dari pondasinya dan runtuh. "

"Bagaimana bisa mereka (Israel) menjatuhkan bom semacam ini di area pemukiman, di atas kepala banyak orang, " keluh Umi Fahmi sambil menatap puing-puing rumahnya.

Sementara itu, pada Kamis kemarin, sebuah misil Israel dengan target para pejuang Palestina, justru membunuh seorang perempuan tua yang sedang naik dokar dengan anak laki-lakinya. "Pasukan Zionis bisa melihat bahwa itu adalah sebuah dokar berisi seorang perempuan dan anak lelakinya, mereka membalut tubuh mereka karena udara dingin, tapi pasukan Zionis itu tetap menembak mereka. Ini bukan sebuah kesalahan, " tukas Muhammad al-Rahil, salah seorang kerabat korban.

Badan intelejen dalam negeri Israel, Shin Bet memang sudah menetapkan kebijakan bahwa semua warga Ghaza adalah teroris. Tak heran kalau kebanyakan korban yang menjadi target serangan Zionis Israel kebanyakan warga sipil biasa, anak-anak, balita dan kaum perempuan. Kebijakan kementerian pertahanan Israel dikritik oleh sebuah organisasi HAM di Isral B’TSaleem.

Dalam laporan organisasi itu yang dirilis bulan Desember 2007, disebutkan bahwa warga Palestina yang menjadi korban serangan pasukan Israel sepanjang tahun 2007, mayoritas warga sipil. (ln/iol)