PBB; Kudeta Syiah Houthi Sebabkan 1500 Lebih Warga Sipil Tewas Sejak Januari Lalu

Armed Houthi followers rally against Saudi-led air strikes in Sanaa June 14, 2015. Houthi forces and their army allies in Yemen seized the capital of a large desert province on the border with Saudi Arabia on Sunday, residents said, an important victory for the group ahead of peace talks in Geneva on Monday. REUTERS/Khaled Abdullah
Armed Houthi followers rally against Saudi-led air strikes in Sanaa June 14, 2015. Houthi forces and their army allies in Yemen seized the capital of a large desert province on the border with Saudi Arabia on Sunday, residents said, an important victory for the group ahead of peace talks in Geneva on Monday. REUTERS/Khaled Abdullah

Eramuslim – Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Estefan Dogrk menyatakan bahwa sedikitnya 1.528 warga sipil Yaman tewas dan lebih dari 3.605 lainnya terluka, sejak kudeta militer yang dilakukan pemberontak Syiah Houthi pada akhir bulan Januari lalu.

Laporan ini disampaikan Estefan Dogrk dalam pertemuan dengan anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang berlangsung di di New York pada hari Selasa (07/07) kemarin.

Dalam laporannya, Estefan Dogrk mengatakan, “Warga sipil harus membayar mahal dan menanggung beban konflik atas pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok Syiah Houthi. Semakin lama gencatan senjata berlangsung, semakin besar warga Yaman akan mengalami krisis kemanusiaan.”

Estefan Dogrk melanjutkan, “Kita harus mengupayakan secepatnya gencatan senjata seluruh pihak di Yaman. Hingga saat ini kantor HAM PBB telah mencatat kematian lebih dari 1.528 warga sipil.”

“Penculikan, pelecehan, pembatasan kebebasan berekspresi secara damai, serangan terhadap pekerja kemanusiaan dan petugas medis menjadi pemandangan sehari-hari yang terjadi di Yaman. Terlebih di daerah warga Sunni yang kini dikuasai oleh pemberontak seperti ibukota Sana’a,” Estefan Dogrk menambahkan.

Menurutnya PBB dan anggota Dewan Keamanan harus segera bertindak untuk menggelar kembali perundingan damai kelompok-kelompok yang bertikai di Yaman, setelah gagalnya perundingan Jenewa I bulan Juni lalu. (Rassd/Ram)