Tolak Penyelidikan Pembantaian Muslim Rohingya, Myanmar Akan Usir Tim Investigasi PBB

Eramuslim – Myanmar menegaskan menolak bekerjasama dan menolak masuk tim investigator PBB terkait tuduhan pembunuhan, pemerkosaan dan penyiksaan oleh pasukan militer pemerintah terhadap komunitas muslim Rohingya.

Tim investigator PBB dibentuk setelah sebuah resolusi Dewan Hak Asasi Manusia diadopsi pada bulan Maret lalu.

Myanmar yang secara de facto dipimpin peraih Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi sudah berkali-kali menyangkal tuduhan penindasan terhadap komunitas muslim Rohingya di negara bagian Rakhine. Tapi, bukti citra satelit, pengakuan korban yang kini mengungsi serta laporan para aktivis menyatakan sebaliknya.

“Jika mereka akan mengirim seseorang sehubungan dengan misi pencarian fakta, maka tidak ada alasan bagi kami untuk membiarkan mereka datang,” ujar Kyaw Zeya, sekretaris permanen di Kementerian Luar Negeri Myanmar di Ibu Kota Naypyitaw, seperti dilansir Reuters Jumat (30/6).

Kyaw Zeya melanjutkan, “Misi kami di seluruh dunia diminta (jalankan instruksi),” seraya menekankan bahwa visa masuk ke Myanmar tidak akan diberikan kepada pimpinan atau staf misi penyelidik PBB.

Meskipun Suu Kyi secara de facto berkuasa di Myanmar setelah partainya memenangkan pemilu pada tahun 2016, akan tetapi militer masih memegang kendali penting negara tersebut.

Suu Kyi telah dikritik karena gagal membela lebih dari 1 juta muslim Rohingya tanpa kewarganegaraan di negara bagian Rakhine.

Dia saat perjalanan ke Swedia pada bulan ini, Suu Kyi justru malah menyalahkan misi penyelidik PBB. “Misi PBB akan menciptakan permusuhan yang lebih besar di antara komunitas yang berbeda,” katanya.

Mayoritas di Rakhine adalah umat Buddha. Kelompok mayoritas Myanmar tersebut memandang warga Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.

Sekitar 75.000 warga Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine ke Bangladesh barat pada akhir tahun 2016 setelah tentara Myanmar melakukan operasi keamanan di awal Oktober lalu. Operasi militer itu sebagai respons atas serangan gerilyawan Rohingya yang menewaskan sembilan polisi perbatasan.

PBB dalam sebuah laporan yang diterbitkan Februari mengatakan bahwa militer Myanmar bertanggung jawab atas pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap kelompok Rohingya.

Laporan PBB yang salah satunya bersumber dari wawancara pengungsi Rohingya menyatakan bahwa “sangat mungkin” tindakan militer terhadap komunitas Rohingya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan diduga masuk kategori pembersihan etnis.

Tim penyelidik PBB sendiri terdiri dari Indira Jaising, seorang advokat dari India, ditunjuk untuk memimpin misi tersebut pada bulan Mei. Dua anggota lainnya adalah pengacara Sri Lanka, Harvard Radhika Coomaraswamy dan konsultan Australia Christopher Dominic. (Sindonews/Ram)