Ulama India Menentang Sensus Penduduk

“Penduduk biasa diartikan sebagai orang yang telah tinggal di daerah setempat selama enam bulan terakhir atau lebih atau orang yang berniat tinggal di daerah itu selama enam bulan ke depan atau lebih. Mereka dicatat untuk keperluan NPR itu,” ujar laporan The Press Trust of India dikutip Anadolu Agency, akhir tahun lalu.

Menteri Informasi dan Penyiaran India Prakash Javadekar menuturkan pemerintah telah mengalokasikan 1,2 miliar dolar AS untuk memperbarui catatan penduduk yang dia sebut sebagai daftar penduduk biasa negara. Keputusan itu muncul setelah pertemuan kabinet yang dipimpin Perdana Menteri India Narendra Modi di New Delhi.

“Kabinet telah menyetujui proposal untuk memperbarui NPR. Tidak ada yang perlu memberikan bukti. Setiap orang yang tinggal di India akan dimasukkan (ke dalam NPR),” kata Javadekar kepada wartawan setelah pertemuan.

Dengan begitu, semua warga India diharuskan menyerahkan informasi yang diminta ke dalam daftar sejak awal latihan yang dijadwalkan untuk April 2020. Pengumuman soal pembaruan NPR itu muncul di tengah demonstrasi massa meletus setelah pemerintah Modi memberlakukan amandemen UU Kewarganegaraan pada 11 Desember.

UU tersebut akan memberikan kewarganegaraan kepada orang-orang Hindu, Sikh, Budha, Jain, Parsi dan Kristen dari Afghanistan, Pakistan dan Bangladesh, tetapi tidak untuk Muslim dalam keadaan yang sama. Setidaknya 26 orang kehilangan nyawa selama aksi protes menentang UU Kewarganegaraan yang dinilai diskriminatif terhadap Muslim.

Menurut beberapa laporan, pemerintah Modi juga berencana mengimplementasikan Daftar Warga Nasional (NRC). Registrasi ini meminta orang yang tinggal di India membuktikan kewarganegaraan mereka. Di satu provinsi, hampir 1,9 juta orang dibiarkan tanpa kewarganegaraan sebagai akibat praktik ini. (rol)