Bagaimana Islam Menyikapi Kesalahan Orang Lain

Eramuslim – Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang dhalim. (Qs Asy-Syura [42]: 40).

Ayat di atas sebenarnya mengisyaratkan 3 model penyelesaian kesalahan yang dialami oleh seseorang sekaligus menunjukkan derajat yang satu atas yang lain.

Penyelesaian model pertama terdapat dalam frasa wajaza’u sayyi`atin sayyi`atun mitsluha, dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, mengisyaratkan model penyelesaian secara hukum. Penyelesaian jenis ini diperbolehkan namun kurang dianjurkan, terbukti Allah tidak menjanjikan pahala atas penyelesaian model ini. Selain itu penyelesaian model hukum masih menyisakan beberapa masalah seperti melibatkan banyak pihak, ada paksaan, ada sanksi, dan sering sulit memuaskan banyak pihak.

Itulah sebabnya betapa banyaknya putusan pengadilan yang diajukan banding, kasasi, PK, dan seterusnya karena pihak yang satu merasa belum mendapat keadilan. Bahkan menjelang eksekusi sekalipun, nuansa perlawanan masih terasa, misalnya dengan menghalang-halangi jalannya eksekusi.

Penyelesaian model kedua dapat dipahami dari frasa kedua menyatakan, faman ‘afa (barang siapa yang mau memaafkan), ini mengisyaratkan penyelesaian dengan mengedepankan akhlak. Ini sangat dianjurkan Allah terbukti dengan janji akan diberi pahala di sisi Allah bagi yang mau melakukannya. Dalam sebuah Hadits Nabi Muhammad saw menyatakan, “tidaklah seseorang mau memaafkan kesalahan orang melainkan Allah akan menambah kemuliannya.” (HR Muslim)