Hak Ayah

Assalamualaikum Ibu Siti,

saya mohon kiranya ibu berkenan menjawab pertanyaan kami yang terus tidak tenang dengan kondisi ini.

Saya menikahi duda dengan 3 orang anak 6 tahun yang lalu (setelah mereka bercerai 3 tahun lamanya, sehingga saya sama sekali bukan penyebab perceraian tersebut), hampir 4 tahun lamanya suami saya tidak berkomunikasi dengan anak2nya serta tidak memberikan nafkah dikarenakan keadaan ekonomi yang saat itu belum cukup dan sulitnya berkomunikasi krn Ibu mereka yang tidak kooperatif.

2 bulan yang lalu, anak pertama suami saya melangsungkan pernikahan dengan meminta surat kuasa dari suami saya untuk dinikahkan oleh wali hakim karena dia tidak ingin dinikahkan oleh ayahnya. suami saya akhirnya meluluskan permintaan anaknya walaupun telah memohon maaf atas kesalahan papanya dan berharap dapat menikahkan anaknya.

setelah kejadian itu, suami secara intensif mendekati anak-anak yang lain utk melanjutkan kewajibannya yang tertuda, suami berusaha keras agar dapat mengirimkan biaya sekolah / kuliah untuk anak2, namun ditolak mentah2 oleh anak-anaknya dan sang ibu mengancam anak-anaknya kalau menerima bantuan dari ayahnya tidak akan diakui anak lagi.

saya sebagai istri berusaha untuk menghubungi keluarga yang tahu permasalahan sebenarnya agar suami bisa kembali menjalin silaturahmi dengan anak-anak tapi tidak satu pun dari keluarga tersebut berani menghadapi mantan istri suami saya karna sangat tempramental dan keras hati. sebaiknya apa yang harus kami lakukan mengingat sebenarnya ini tidak perlu terjadi sebelumnya (4 thn yll) seandainya sang ibu memudahkan pendekatan ayah dengan anak-anaknya.

wasallam,

Indah

Jakarta

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakat

Ibu Indah yang dirahmati Allah swt.,
Saya memahami posisi Anda dan suami saat ini, tentu ada rasa kecewa karena niat baik Anda berdua ditolak oleh anak-anak suami Anda dan mantan istrinya. Namun yang terpenting, saat ini suami telah diberi kelapangan rizki maupun kesadaran untuk memenuhi kewajibannya yang pernah dilalaikan. Dukunglah upaya ini, sekalipun banyak rintangan yang Anda berdua hadapi. Saya salut pada Bu Indah, karena berusaha membantu suami dalam menjalankan kewajiban Ayah pada anak yang tidak berhenti sekalipun telah terjadi perceraian pada Ibu mereka.

Ibu Indah yang shalihat.,

Marilah mengembangkan sikap empati pada para anak-anak tersebut. Saat suami Anda melalaikan kewajibannya dan menikahi wanita lain (yakni Anda), mungkin ada rasa kehilangan yang amat akan figur Ayah. Merekapun tumbuh besar tanpa belaian perhatian Ayah. Karena komunikasi yang tidak lancar, maka ada jarak psikologis yang membentang bertahun-tahun lamanya. Sayangnya, jarak ini semakin lebar karena tidak ada pihak yang berusaha merajutnya kembali. Saya rasa di zaman ini, banyak cara bisa ditempuh suami untuk dapat bertemu anak tanpa harus lewat mantan istri/ tanpa sepengetahuannya, bukan? Namun mungkin saat itu terkendala oleh hal-hal yang tidak sekedar teknis, seperti kurangnya kesadaran suami dan mungkin masih adanya ”ketidaksukaan” anak-anak akan sikap Ayah mereka. Bagi anak-anak, Ayah mereka adalah figur yang punya kesalahan besar. Persepsi ini telah dikembangkan selama bertahun-tahun. Untuk mengubah persepsi ini, perlu upaya-upaya yang berkelanjutan, mudah-mudahan dipermudah oleh-Nya, namun mungkin perlu waktu berbulan-bulan atau lebih…untuk itu semoga suami diberi kesabaran dalam upaya ini. Minimal diawali dengan ucapan permintaan ma’af suami kepada anak-anak, khususnya dan juga mantan istrinya atas apa yang telah terjadi yang di luar kemampuan suami kala itu. Berterus-terang akan membuka tabir yang sekian lama tertutup. Ibu Indah dapat mengatakan pada suami akan pentingnya menjalin kembali komunikasi ini; jika dimulai dari materi wajar saja tak berhasil, bahkan mereka telah membuktikan hal itu, kan? Karena sebenarnya masih ada sesuatu yang mengganjal di hati mereka, dan itu telah dipendam (direpress) sekian lama. Jika mereka sudah mulai mengikhlaskan semua yang telah terjadi…insya Allah..ikatan kekeluargaan akan terjalin kembali.

Ibu Indah yang shalihat.,

Anda dan suami telah melakukan ikhtiar yang luar biasa, untuk membuka kembali tali silaturrahim, seperti yang dianjurkan oleh agama. Meskipun niat baik ini tidak ditanggapi dengan baik, jangan merasa ini akan sia-sia. Bukankah Allah akan memberi pahala sekalipun itu masih berupa niat kebaikan? Anda diberi peluang kedua, karena Anda berdua juga diuji kesabarannya. Setelah Anda melakukan ikhtiar, bertawakkal adalah sikap terbaik.

”Dan bertawakkallah pada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya, dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya (QS AL Furqon: 58).

” Dan kepunyaan Allah lah apa yang gaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya lah dikembalikan urusan-urusan semuanya. Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tida lalai dari apa yang kamu kerjakan” (QS Hud: 123).

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.

Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu

Bu Urba