Bapaknya Anak Yatim

Namanya pak Syarif. Saya mengenal dia ketika kami masih sama-sama mengais rejeki di negeri seberang.. Sosoknya sederhana, bicaranya juga sederhana. Ia seorang tukang rumput perumahan di Brunei Darussalam. Hampir limabelas tahun dia menjalani usaha itu.

Ia tak terikat dengan majikan, tapi usaha jasa sendiri. Sehingga ia agak leluasa bergaul dengan sesama TKI di negri itu. Ia mengontrak rumah sendiri. Satu anaknya sudah sekolah di sana.

Saya rajin silaturrahmi ke kontrakannya. Saya banyak menimba ilmu agama dari dia. Maklum, ia adalah alumni salah satu pesantren di Kediri Jawa Timur. Dan isterinya adalah seorang hafidzah, penghafal Al-Qur’an tiga puluh juz.

Dua tahun lebih saya mengenal dia dan keluarganya. Sebagai keluarga yang biasa-biasa saja. Ketika berbicara tentang Islam pun ia juga biasa. Artinya ia tak punya kesan muluk-muluk. Satu aktifitasnya yang cukup menarik adalah ia mengkoordinir beberapa kawan sesama TKI untuk menyisihkan sebagian rezekinya. Dan setahun sekali, biasanya menjelang Ramadhan, mereka menyumbangkan dana itu ke beberapa pesantren di pulau Jawa.

Satu bulan menjelang kepulangan saya, ada sesuatu yang tiba-tiba menjadi luar biasa di mata saya. Sesuatu yang tak pernah ia ceritakan sebelum ini. “Kalau kamu nanti sudah di tanah air, carikan saya anak yatim ya…”

Terus terang saya kaget. Saya belum pernah bertemu dengan sosok orang yang seperti itu. Sebelum ini, saya sering berjumpa dengan seseorang yang berkaitan erat dengan anak yatim, tapi mereka yang mencari dana untuk menghidupi mereka. Bukan mencari orang untuk dihidupi.

Saya makin penasaran dengan kehidupan dia. Sampai ahirnya ia bercerita tentang pandangan hidupnya selama ini. Ia banyak bercerita kepada saya. Tentang hidup yang ia jalani sekarang ini.

Hasil dari usahanya belasan tahun di negeri seberang ia pergunakan untuk membeli tanah, ladang dan sawah di daerah tempat tinggalnya, di Ngawi, Jawa Timur. Ia juga membeli mesin penggilingan padi dan tahu untuk dikelola saudara-saudaranya.

“Saya mempunyai cita-cita membuat semacam pesantren dan usaha untuk anak yatim. Alhamdulillah, hasil dari sawah, ladang dan usaha peggilingan padi Insya Allah sudah bisa untuk menghidupi seratus lebih anak yatim.”

Allahu Akbar. Saya sepontas memuji kebesaran Allah. Saya sama sekali tak menyangka dari balik sosok yang sangat sederhana dan “ndeso” itu ternyata terdapat tujuan yang sangat mulia. Saat itu juga saya langsung memeluk tubuh dia. Tubuh yang masih berbau keringat karena baru saja selesai bekerja.

“ Aku ingin membangun rumah di sorga,” katanya pada saya.

Maka beberapa waktu lalu, ketika saya dan seorang teman berencana untuk sedikit mengurus beban hidup anak yatim yang terlantar di daerah saya, cepat-cepat saya menghubungi dia. Dengan antusias ia menjawab, “Ya, saya siap membantu.”

Saya sangat senang mendengar jawaban pak Syarif. Mudah-mudahan ini adalah awal dari kami, dalam rangka berbagi dengan saudara-saudara kami yang terlantar, karena tak punya bapak dan ibu.

Adakah dari anda yang juga mau berbuat seperti pak Syarif, yang ingin berperan sebagai bapaknya anak yatim? Insya Allah, saya dan seorang teman, siap menyalurkannya kepada yang berhak.

****

Purwokerto, Sept 06 <[email protected]>