Bersiap Diri Hadapi Bulan Suci

Allahumma baarik lanaa fii rajaba wa sya’bana wa ballighnaa ramadhaan Ya Allah berkatilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikan kami ke bulan Ramadhan..

Handphoneku menjerit tanda ada SMS masuk. Kubuka dan ternyata dari isteriku yang berada jauh di seberang pulau. Jarak dua lokasi, yang ditempuh dengan penerbangan 3 jam, hanya ditempuh beberapa detik saja oleh sebuah SMS tanpa kepayahan. Luar biasa. Mahasuci Allah yang menciptakan gelombang eletromagnetik dan atmoster bumi, sehingga SMS mampu menembus sudut-sudut permukaan bumi, memberi kabar gembira atau duka kepada penerimanya dengan tepat.

***
Membaca SMS tersebut, aku merasa diingatkan oleh dua hal. Pertama, Keagungan bulan suci Ramadhan dan Kedua, sisa perjalanan waktu yang kumiliki menuju Ramadhan yang tinggal beberapa hari lagi.

Keagungan Ramadhan tergambar dalam berbagai sudut pandang. Ada yang memandang Ramadhan adalah laksana tamu agung. Sang tamu agung itu dengan murahnya akan memberikan pahala dan kebaikan yang berlipat-lipat bagi mereka yang berpuasa, melakukan sholat, berinfaq, membaca qur’an dan melakukan ibadah lainnya. Ada juga yang memandang Ramadhan adalah laksana mega proyek pertaubatan di mana pada bulan itu kerja-kerja dioptimalkan, amaliah-amaliah diintensifkan, segala sarana difungsikan demi mengharap ampunan dan maghfirah Ilahi. Ramadhan juga ibarat jamuan makan.

Perhatikan doa Nabi tersebut mirip sekali dengan doa yang diajarkan Nabi dalam menghadapi hidangan ‘Allahumma baarik lanaa fii maa rozaqtanaa waqinaa ‘adzaaban naar’. Jamuan yang disediakan Ramadhan adalah keberkahan, pahala, dan ampunan bagi orang-orang beriman. Ada juga yang memandang Ramadhan ibarat terminal besar ruhiyah, di mana jiwa-jiwa menemukan tempat pemberhentiannya untuk dibersihkan, dirawat, diganti komponen yang rusak, energinya yang aus dipulihkan, hingga benar-benar optimal untuk perjalanan sebelas bulan ke depan hingga menemui Ramadhan kembali.

Segala keagungan tersebut tidak akan diperoleh kecuali orang beriman bisa sampai ke sana, sampai ke tujuannya. Oleh karena itu Nabi mengajarkan doa tersebut di atas. Doa tersebut memberi pelajaran bahwa umur manusia ada pada genggaman Allah SWT. Meski jarak waktu menuju Ramadhan tinggal beberapa pekan saja, tidak ada yang bisa menjamin bahwa seorang hamba akan disampaikan ke sana. Alangkah bijaknya Sang Hamba, jika pada bulan Rajab dan Sya’ban ini meneladani Rasul SAW dengan memperbanyak ibadah dan banyak memanjatkan doa agar diberi kesempatan berjumpa dengan bulan terkasih.

Sepenggal perjalanan waktu menuju Ramadhan ke depan, cukup memberi hikmah bahwa perjalanan yang sesungguhnya menuju kampung akhirat juga akan demikian. Perjalanan apapun membutuhkan bekal dan ada beberapa tipe manusia berkaitan persepsi hakikat perjalanan dan bekal yang harus dipersiapkan:

Pertama, orang yang lalai dalam mempersiapkan bekal perjalanan. Mereka enggan mengumpulkan apa-apa yang bisa membuatnya sampai ke tujuan.
Kedua, orang yang mempersiapkan bekal secukupnya saja. Mereka tidak memperhitungkan bekal jika ternyata harus menghadapi situasi tertentu, yang menyulitkan perjalanan. Jika mereka sampai tujuan pun mereka sebenarnya tetap merugi karena luput dari perniagaan yang bisa menguntungkan karena barang dagangan mereka pas-pasan dan secukupnya saja.
Ketiga, yaitu orang yang obsesinya adalah meraih keuntungan sebesar-besarnya. Dia membawa bekal dan barang dagangan lebih dari cukup karena mereka tahu hal itu akan memberi keuntungan besar baginya.

Kini aku berandai, seandainya kini dihadapanku ada momen bazar atau pameran yang sudah masyhur pengunjungnya pasti membludak dan dagangan yang ada pasti laku, maka aku yang sudah pesan dan tempat, pasti aku tidak ingin merugi dan pasti ingin meraih keuntungan sebesar-besarnya.

Jika aku mempersiapkan sekedarnya dan barang yang dibawa pun tidak banyak, tentu aku akan rugi. Karena dari keuntungan barang yang sedikit itu, masih harus dikurangi biaya sewa tempat, biaya karyawan penjaga stand, biaya makan-minum, biaya transportasi, dan lain-lain. Bisa jadi akan rugi betul jika ada pos-pos pengeluaran yang tidak diantisipasi semula.

Hidup adalah peniagaan. Hamba menjual harta dan jiwa, Allah membelinya dengan syurga. Demikian pula dengan sepenggal kehidupan Ramadhan, Hamba menjual ketaatan yang mengerahkan harta dan kesungguhan jiwa, dan Allah membelinya dengan ampunan, syurga, dan pembebasan api neraka.

Rasa harap dan cemas berpadu pada diri seorang hamba beriman.
Keagungan Ramadhan yang sudah pasti gemerlap pahala dan kebaikannya, menimbulkan rasa tak sabar untuk segera menjumpainya. Namun ketidakberdayaan atas kendali usia, menimbulkan kecemasan, ketidakpastian, dan tangis yang sedu-sedan.

Di sudut mihrab Hatipun menjerit lirih: Ya Allah, pertemukan kami dengan bulan-Mu terkasih…pertemukan kami dengan Ramadhan…

Waallahua’lam.