Benteng Terakhir

Nyontek massal tiba-tiba menjadi headline berita. Namun sebenarnya fenomena ini hanyalah fenomena gunung es yang akarnya adalah persoalan paradigma sukses pendidikan

Istri taat harus seperti psk? Para istri sholihat terancam disamakan dengan nilai psk (pekerja seks komersial). Bagaimana mungkin?

Dunia tempat kita berada sekarang adalah tempatnya tipu menipu. Politisi menipu rakyat yang seharusnya ia layani, para produsen menjual barang jelek dengan sihir modern agar laku keras, yang paling berbahaya adalah para penghamba setan yang sedang membangun kekuatan pasukannya dengan cara membujuk rayu anak-anak kita lewat berbagai hiburan untuk mereka.

Kita tak sadar, bahwa saat ini dunia tempat hidup kita sudah menjadi tempat yang sangat berbahaya. Musuh mengintai di mana-mana, bukan untuk menembak kita di tempat, namun untuk membuat kita kehilangan kendali diri. Membuat kita merusakkan diri kita sendiri tanpa kemauan kita. Bagaikan kerbau dicocok hidung, mungkin lebih bodoh lagi.

Sihir merupakan kekuatan oknum Dajjal. Kelak ia akan menyihir ummat manusia dengan “surga” dan “neraka”nya yang bertentangan dengan Surga dan Neraka yang sebenarnya. Dajjal kelak akan muncul sebagai musuh kemanusiaan.

Peradaban Barat= peradaban bersih? Sebaliknya bagaimana dengan peradaban Islam? Perjalanan ke negara berperadaban Barat memberikan pelajaran tersendiri.

Negeri Australia merupakan negeri Barat terdekat dengan Indonesia. Banyak orang Indonesia sudah bermigrasi ke sana sejak bertahun-tahun yang lalu. Bahkan sudah mempunyai beberapa komunitas Muslim Indonesia tersendiri dan memiliki Masjid. Dalam kesempatan berkunjung ke sana banyak hal yang dapat menjadi catatan bagi seorang muslim dari Indonesia.

Kalau kita lebih teliti lagi, semua tayangan televisi yang sangat diminati anggota keluarga adalah pada waktu antara Maghrib dan Isya. Waktu inilah yang mereka ‘rebut’ dari keluarga kita yang sedianya dimanfaatkan untuk ibadah dan mengkaji Alquran.

Yang disebut Nabi Ya’qub kepada anak-anaknya adalah ‘maa ta’buduna min ba’di?’, bukan ‘maa ta’kuluna min ba’di?’ Atau apa yang akan kalian sembah sepeninggalku nanti, dan bukan apa yang akan kalian makan setelah aku meninggal nanti?

Tidak sedikit para lajang muslim yang mendamba cinta sejati suami isteri akhirnya terjebak dalam keraguan: pacaran dulu atau nikah dulu?