Cukuplah Islam Menjadi Dien

Di era penuh fitnah seperti sekarang banyak muslim yang bingung. Mereka melihat di satu sisi kemajuan atau kebaikan material umumnya melekat pada kaum kafir. Sedangkan di sisi lain segala hal yang berkaitan dengan keterbelakangan atau keburukan selalu melekat pada mereka yang disebut kaum muslimin. Akhirnya kebingungan itu melahirkan kian banyak muslim yang tidak lagi peduli dengan nikmat yang semestinya paling berharga dalam hidupnya, yaitu iman dan Islam.

Di samping itu mulailah kepercayaannya akan Islam sebagai identitas orisinalnya memudar. Mulailah mereka mencari-cari identitas lain yang mereka yakini lebih dapat mengangkat leverage (status) kemuliaan dirinya di hadapan manusia banyak. Mereka tidak lagi bangga mengaku sebagai muslim. Ada yang lebih bangga menjadi seorang rasionalis, spiritualis, moderat, radikalis, fundamentalis, demokrat, nasionalis, humanis, pluralis, sekularis, modernis, progressif, westernis, orientalis, liberalis atau universalis. Padahal secara gamblang Allah سبحانه و تعالى menyebutkan bahwa identitas orang beriman adalah menjadi kaum muslimin. Inilah sebutan resmi langsung dari Allah سبحانه و تعالى terhadap orang-orang yang beriman sepanjang zaman.

هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَأَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا

“Dia (Allah سبحانه و تعالى ) telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian muslimin dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini.” (QS. Al-Hajj [22] : 78)

Di dalam buku Al-Islam, Sa’id Hawwa menulis:

Seandainya Islam undur dari panggung kehidupan, niscaya segala sesuatu yang ada di bumi ini tidak ada yang berada pada tempatnya dan semuanya dalam keadaan yang tidak tetap. Norma-norma akan menjadi tidak karuan dan nilai-nilai menjadi jungkir balik. Yang kemarin diharamkan, hari ini akan menjadi barang halal. Begitu pula sebaliknya. Apa yang ditetapkan hari ini, esoknya dibatalkan. Dan apa yang ditetapkan esok harinya, lusanya tidak akan berlaku lagi. Hawa nafsu manusia mencoba mengungkap hakikat dirinya dengan teori-teori yang paling bertentangan dan berlawanan. Dan bersama dengan teori-teori tersebut manusia semakin tidak tahu tentang hakikat dirinya. Tidak tahu mana jalan masuk dan mana jalan keluar. Ia berputar-putar dalam lingkaran syetan. Menggelinding tak tentu arah. Meski dirinya membayangkan bahwa ia tahu apa yang ia harus lakukan, namun hakikatnya ia tidak tahu apa yang ia harus lakukan, ia tidak tahu mengapa ia melakukan dan mengapa ia menghendaki? Setiap generasi ingin mengungkap hakikat dirinya dalam bentuk yang berbeda dengan orang lain. Di sana tidak ada dasar yang dijadikan rujukan manusia atau diakuinya. Maka kepada seseorang tidak dapat ditegakkan hujjah. Manusia tidak tunduk kepada satu pendapat. Meskipun seseorang atau penguasa menginginkan seluruh manusia kembali kepada satu sistem. Tetapi mereka pasti akan membangkangnya. Merdekakah manusia?

Ketika itulah manusia telah menjadi binatang-binatang di hutan belantara. Malah, barangkali keadaannya lebih buruk daripada binatang-binatang itu. Sebab manusia telah mengeksploitasi kemampuan dan fasilitas ilmiahnya di jalan yang sama sekali menyimpang. Maka binatang paling buruk manapun tidak akan mampu melakukan lebih sedikit saja darinya beribu-ribu kali.