Nikah Jarak Jauh

Assalamu’alaikum wr, wb…

Puji syukur kehadirat Alloh SWT, semoga rahmat dan hidayah Nya selalu tercurahkan kepada kita…

Pak ustadyangdirahmati Alloh SWT, ada beberapa halyangingin sy tanyakan, di antaranya:

1. Apakah ada hadist ataupun fiqihyangmenjelaskan tentang pernikahan jarak jauh(calon pasangan suami isteri tidak bertemu), contoh: calon isteri di indonesia& calon suami di luar negri

2. Bagaimana dengan hukum pernikahanyangtidak dihadiri oleh orang tua dari kedua mempelai, karena banyak terjadi dikalangan anak muda sekarangyangmengikuti trend menikah di luar negri tanpa menghadirkan orang tua mereka

Sementara demikianyangingin sy tanyakan semoga jawaban pak ustad dpt menjadi referensi berharga untuk saya, trimakasih.

Jazakumulloh….. Wassalamualaikum wr. Wb

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Tidak ada masalah untuk melakukan nikah jarak jauh, di mana pengantin laki dan pengantin perempuan tidak saling bertemu. Sama sekali tidk ada masalah. Mengapa tidak ada masalah?

Karena akad nikah atau ijab kabul dalam syariah Islam memang tidak terjadi antara pengantin laki dan pengantin perempuan. Ijab kabul terjadi antara pengantin laki dengan ayah kandung/ wali dari pengantin perempuan.

Maka cukuplah si pengantin laki dan calon mertuanya itu saja yang mengucapkan ijab kabul. Asalkan ijab kabul itu disaksikan oleh dua orang laki-laki muslim yang sudah aqil baligh, akad itu sudah sah.

Taukil

Lebih jauh lagi, dalam syariah Islam juga dikenal taukil, yaitu mewakilkan kewenangan untuk melakukan suatu akad kepada orang lain. Akad yang bisa diwakilkan ini bukan hanya akad nikah, tetapi juga termasuk akad jual beli.

Jadi seperti akad jual beli yang boleh diwakilkan kepada orang lain, maka akad nikah pun buleh diwakilkan. Kedua belah pihak boleh mewakilkan wewenangnya kepada orang lain.

Calon suami boleh meminta temannya atau siapa pun untuk bertindak atas nama dirinya dalam melakukan ijab kabul. Demikian juga hal yang sama berlaku buat wali, dia boleh meminta orang lain untuk bertindak atas nama dirinya untuk melakukan ijab qabul.

Kalau dua-duanya mewakilkan ijab qabul kepada orang lain, maka kejadiannya betul-betul luar biasa. Karena tak satu pun dari para pihak yang datang duduk di majelis akad nikah. Tapi hukum akad nikahnya tetap sah. Sebab masih ada dua saksi yang akan berfungsi sebagai ‘supervisor’, di mana mereka berdua memastikan bahwa perwakilan dari masing-masing pihak adalah sah.

Nikah Tanpa Izin Orang Tua

Buat seorang wanita, tidak ada nikah tanpa wali. Dan wali adalah ayah kandungnya yang sah. Hanya di tangan ayah kandung sajalah seorang wanita boleh dinikahkan.

Seandainya si ayah kandung tidak mampu menghadiri akad nikah anak gadisnya, maka dia boleh mewakilkan dirinya kepada orang lain yang dipercayainya.

Namun hak untuk menjadi wali tidak boleh ‘dirampas’ begitu saja dari tangan ayah kandung. Bila sampai perampasan itu terjadi, lalu wali gadungan itu menikahkan anak gadis itu, maka akad nikah itu tidak sah. Kalau mereka melakukan hubungan suami isteri, hukumnya zina.

Petugas Pencatat Nikah

Yang lebih menarik, justru kehadiran petugas pencatat nikah yang biasanya memimpin ijab qabul, sama sekali tidak masuk dalam urusan sah atau tidaknya pernikahan.

Meski tugas itu didapat dari pemerintah secara resmi, namun tanpa kehadirannya akad nikah bisa tetap berlangsung.

Sementara anggapan sebagian masyarakat kita, petugas KUA ini seolah menjadi tokoh inti dari sebuah ijab qabul. Padahal tugas hanya sekedar mencatat secara administratif saja. Hadir atau tidak hadir, tidak ada urusan dengan sahnya sebuah akad nikah.

Namun demikian, demi tertibnya administrasi negara, sebaiknya petugas ini dihadirkan juga, akan akad nikah itu secara resmi juga tercatat dengan baik di pemerintahan.

Wallahu ‘alam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Nikah Jarak Jauh

A’kum

Ustadz, saat ini saya lagi meneruskan sekolah di Malaysia. Di situ saya berkawan dengan orang-orang Sudan. Suatu ketika saya terhenyak mendengar bahwa seorang kawan saya dari Sudan baru saja menikah. Padahal saya tahu persis yang bersangkutan tidak pulang ke negerinya untuk menikah. Saya tanya kepada rekannya sesama Sudan, katanya kehadiran dirinya cukup diwakilkan bapaknya.

Pertanyaan saya, apakah sah suatu pernikahan yang tidak dihadiri mempelai laki-laki, atau kehadirannya diwakilkan oleh bapaknya?

Terimakasih. Jazakallah khairan.

Wassalam

AB

Assalamu a’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Memang apa yang diceritakan teman Sudan anda itu boleh jadi terdengar aneh dan asing di telinga kita. Sebab kita nyaris jarang mendengar atau malah tidak pernah melihat sepanjang hayat.

Tapi jangan keluarkan vonis apa-apa dulu sebelum kita teliti dan dalami hukum-hukum syariah. Siapa tahu ternyata memang ada keterangan atau penjelasan syar’i yang bisa diterima.

Akad nikah itu pada dasarnya terjadi antara mempelai laki-laki dan calon mertuanya, yang bertindak sebagai wali. Dan kami yakin anda pasti sudah pernah mengetahui bahwa seorang ayah kandung berhak untuk meminta orang lain untuk menjadi wakilnya dalam menjalankan akad nikah.

Di banyak tempat, banyak ayah kandung gadis yang mau menikah meminta kepada petugas KUA untuk bertindak sebagai wakil dirinya dalam mengucapkan akad nikah (ijab qabul).

Pewakilan ini hukumnya sah dan bisa diterima secara syariah, meski orang yang diwakilkan itu juga hadir di tempat akad nikah itu. Dan hal ini sangat lumrah terjadi, bahkan boleh dibilang cukup banyak.

Berangkat dari kelaziman ini, sebenarnya tindakan meminta orang lain untuk menjadi wakil dan bertindak atas dasar perintah atau wewenangnya tidak terbatas pada wali nikah saja. Tetapi juga berlaku buat mempelai laki-laki.

Seorang laki-laki yang akan menikahi seorang gadis, boleh meminta kepada orang lain untuk bertindak atas nama dirinya dan diberikan kewenangan untuk melakukan ijab dan qabul atas pernikahan dirinya. Baik diri suami itu ada di majelis akad nikah atau pun tidak ada, asalkan bisa dipastikan orang yang menjadi wakil itu benar-benar telah menerima wewenang dan pelimpahan hak untuk melakukan tindakan hukum, maka akad nikah itu sah hukumnya.

Barangkali yang diceritakan teman Sudan anda itulah bentuk kongkritnya. Dia mungkin sudah menunjuk seseorang untuk bertindak menjadi wakil dirinya dan menyerahkan kepada orang itu wewenang untuk menjalankan aqad nikah. Sehingga dia tidak perlu ‘pulang kampung’ ke Sudan, cukup menunggu saja di Malaysia, hingga tiba waktunya nanti bertemu dengan isterinya yang sudah sah secara syariah.

Tindakan seperti ini memang agak tidak lazim di benak kita, karena jarang sekali ada contohnya. Namun sesuatu yang tidak lazim bukan berarti harus melanggar syariah. Dan tidak salah bila kita mempelajari fiqih lebih dalam agar kita punya wawasan yang luas dalam banyak hal yang terkait dengan hukum-hukum syariah.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu a’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.