Catatan Djoko Edhie: Media Indonesia Perlu Belajar dari War On Terrorism

Dan yang menarik dari temuan Aaronson, adalah, bahwa yang direkrut untuk menjadi aktor plot, kebanyakan muslim Amerika.

Tapi dipilih yang sakit jiwa dan punya masalah karena himpitan ekonomi, dll. Aaronson mengungkap banyak nama dan kasus.

Di TED Talks yang bergengsi itu, Aaronson mengungkap gambar 2 orang ini (Abu Khalid Abdullatiff dan Walid Mujahid) yang, ternyata keduanya gila klinis, alias sakit jiwa, pernah hampir bunuh diri, dll.

Pada 2012, kedua orang itu ditangkap dengan tuduhan akan menyerang pusat pelatihan FBI di dekat Seattle.

Kedua orang gila tadi direkrut oleh Agen FBI, Robert Chile yang, ternyata adalah pelaku perkosaan dan pedofil, tapi dalam kasus tersebut, mendapat bayaran 90.000 USD dari FBI.

Itu salah satu di antara cara kerja 15.000 agen FBI yang direkrut sejak 9/11 saat proposal “War on Terror” diabsah.

Ada banyak lagi kasus yang diungkap dalam percakapan di TED itu, yang menggambarkan rekrutmen orang gila, training memakai senjata, meledakkan bom di sejumlah tempat, hingga cara negosiasi harga operasi.

Ini semua bohong (rekayasa) dan sebagian terungkap di pengadilan.

Dalam rantai kerja yang mahal dan menghabiskan APBN, penulis itu mengungkap plot yang disepakati antara FBI, Agen, dan Pelaku.

Mereka menyepakati apa akhir dari sebuah peristiwa. Ada yang sebagai Hollywood Ending (drama yang menegangkan dan happy).

Sebagai pembayar dan atas nama masyarakat, Jurnalis Amerika ini mengkritik tema #WarOnTerror yang dibuat sejak pemerintahan George Bush Jr.

Itu semua bohong, karena ini hanya dramaturgi, tepatnya Teater Keamanan Nasional (National Security Theater).