Catatan Negarawan Center: Bahaya Rezim Jokowi-JK Bagi NKRI (Bag.2, Tamat)

johan o silalahi4. TIDAK ada prestasi apapun dalam bidang penegakan hukum paska Jokowi-JK memimpin Indonesia.

Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla telah banyak mengintervensi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia, secara otomatis telah menciderai supremasi hukum dan melanggar konstitusi UUD 45. Salah satunya adalah perintah lisan Presiden Jokowi untuk tidak memproses hukum para Kepala Daerah pada masa Pemilukada terbukti telah disalahgunakan. Contohnya di Bareskrim Polri laporan kasus dugaan pemalsuan ijazah ST dan STM (tingkat SMP dan SMA) oleh Wagub Sumbar berjalan di tempat.

Penegakan hukum yang sama juga tidak berjalan pada kasus dugaan pemalsuan ijazah oleh Bupati Bengkalis dan Wakil Bupati di Sumbawa Barat.
Tidaklah heran banyak pemimpin yang tidak amanah dan korupsi, karena supaya bisa jadi pemimpin saja mereka sudah menipu dan memalsukan ijazahnya.

Pada sisi yang lain, kinerja Kejagung yang lemah hampir tanpa prestasi yang signifikan dan sangat kental aroma politis semakin menimbulkan apatisme pada publik. Deponering kasus hukum Samad dan Bambang W oleh Jaksa Agung Prasetyo akan menimbulkan implikasi hukum yang sangat serius bagi pemerintahan Jokowi-JK.

Juga mafia hukum di lembaga peradilan dan MA yang memperdagangkan keadilan dan kebenaran, semakin marak pada masa pemerintahan Jokowi-JK ini. Ambivalensi Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla dalam revisi UU KPK sekaligus upaya nyata dalam pelemahan KPK, semakin menumbuhkan ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintahan Jokowi-JK

5. Kabinet Kerja Jokowi-JK adalah yang “paling gaduh” dan terburuk sepanjang sejarah pemerintahan di Indonesia.

Jika memilih menjadi penakut dan tidak berani melakukan reshuffle kabinet dan mencopot para Menteri yang sudah semakin membahayakan masa depan rakyat Indonesia, Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla sesungguhnya sedang mempertaruhkan jabatannya.

Presiden Joko Widodo dapat dianggap telah melakukan kebohongan publik dengan berbagai pernyataan siap mencopot segera para Menteri yang tidak bekerja maksimal. Pada kenyataannya Presiden Joko Widodo kewalahan menghadapi tekanan partai politik pendukungnya yang sarat dengan kepentingan pribadi, kepentingan kelompok dan kepentingan pragmatis.

Tidak ada prestasi yang signifikan dan fenomenal dari para Menteri Kabinet Kerja yang memberikan nilai tambah ataupun meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara. Banyak sekali Menteri dalam Kabinet Kerja ini yang bermasalah dan hanya memikirkan ambisi pribadi dan kepentingan pragmatis bagi dirinya, keluarganya dan kelompoknya. Secara objektif, bisa dikatakan bahwa Kabinet Kerja ini adalah yang ‘paling gaduh’ dan terburuk dalam sejarah kabinet pemerintahan di Indonesia.

Sangatlah keterlaluan jika setelah 1,5 tahun dilantiknya Kabinet Kerja para pembantunya, Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla sama sekali tidak mengetahui bahwa begitu banyak Menteri Kabinet Kerja yang sangat rendah moral, integritas dan kapasitasnya. Mereka hanya sibuk melakukan pencitraan semu. Seolah-olah sedang bekerja sungguh-sungguh bagi bangsa dan negara, pada kenyataannya yang dilakukan adalah menjual dan menggadaikan masa depan bangsa Indonesia untuk memperebutkan harta dan mempertahankan jabatannya.

Kinerja para Menteri Kabinet Kerja malah semakin membuat rumit dan kompleks masalah bangsa dan negara. Bahkan sejak dilantik, menjadi hal yang lumrah terjadi konflik terbuka diantara para Menteri. Hal ini tentunya menimbulkan keresahan dan ketidakpercayaan rakyat pada pemerintah. Pertama kalinya dalam sejarah, ada Menteri yang secara terang-terangan berani melawan dan menantang Wakil Presiden.

Yang lebih dahsyat, bahkan sampai ada Menteri yang berani secara terbuka di media massa menunjukkan pembangkangan kepada kebijakan yang telah diputuskan oleh Presiden Joko Widodo. Hilanglah sudah wibawa Presiden dan Wakil Presiden, pasangan pemimpin yang telah dipilih secara sah dan dipercaya oleh rakyat Indonesia untuk memimpin bangsa dan negara.

Hanya ada 2 (dua) kemungkinan. Pertama, Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla memang tidak tahu sama sekali tentang karakter dan perilaku buruk para Menterinya atau dengan kata lain telah lalai sebagai pemimpin bangsa dan negara.

Kedua, mereka tahu, tapi pura-pura tidak tahu yang artinya telah mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan rakyat Indonesia kepadanya. Lambannya atau tidak adanya niat yang kuat dari Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla untuk mengganti para Menteri Kabinet Kerja, akan semakin membawa Indonesia dalam jeratan masalah yang semakin kompleks dan semakin dalam, yang bisa mengantarkan kejatuhan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.

6. Presiden Joko Widodo sulit bertahan hingga akhir periode pertamanya. Presiden Joko Widodo dan PDIP kecil kemungkinannya bisa menang dalam Pilpres dan Pemilu serentak tahun 2019.

Realitas sebenar-benarnya hasil kinerja Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla dalam semua aspek berbangsa dan bernegara (aspek Ketahanan Nasional) sesungguhnya sangatlah buruk, yaitu pada bidang ideologi, bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial dan budaya, dan bidang pertahanan dan keamanan.

Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla boleh saja merasa sangat percaya diri (over confidence) dengan semua pencapaian dan kinerjanya, apalagi dengan puja dan puji dari para pendukungnya. Sejarah masa lalu bangsa Indonesia telah menunjukkan jatuhnya rezim Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto, yang baru saja terpilih kembali dengan segala puja dan puji, kemudian seketika dilengserkan begitu krisis moneter melanda Indonesia tahun 1998.

Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla harus memiliki kepekaan dan empati kepada rakyat miskin yang betul-betul sudah sangat kesulitan hanya untuk sekedar membiayai kebutuhan pokok hidupnya, di tengah-tengah sulitnya mencari nafkah dan rezeki yang halal di negeri yang harusnya berkelimpahan, subur, makmur dan sejahtera ini.

Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla harus bisa merasakan bagaimana implementasi sesungguhnya angka-angka statistik seperti inflasi dan depresiasi (penurunan) daya beli rupiah yang sangat tajam di tengah-tengah kehidupan rakyat miskin. Mungkin saja karena negara sudah menyediakan dan membayar seluruh kebutuhan hidup dirinya, Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla bersama seluruh pejabat di negeri ini menjadi ‘mati rasa’. Mereka kurang bisa merasakan bagaimana beratnya membeli kebutuhan pokok sehari-hari yang harga-harganya semakin melambung tinggi dan rupiah yang semakin lemah daya belinya.

Karena sulitnya keadaan ekonomi dan semakin mahalnya biaya hidup bagi mayoritas rakyat Indonesia, maka tidaklah heran akan semakin banyak orang yang stres bahkan gila. Juga akan semakin tinggi kejahatan (kriminalitas), sebagai bagian dari upaya untuk bisa mempertahankan hidupnya dan keluarganya. Sebagai pemimpin tertinggi bangsa dan negara, maka Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla mutlak bertanggung jawab atas semua ini.

Harus diakui bahwa tetap ada kontribusi positif dan nyata bagi bangsa dan negara dari kinerja Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Akan tetapi, secara jujur dan objektif bisa dikatakan ibarat mimpi di siang bolong atau mustahil bangsa dan negara Kita akan bisa aman, damai, adil, makmur dan sejahtera, jika Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla tetap menerapkan gaya dan karakter kepemimpinannya seperti yang sudah dijalankan selama ini.

Sangatlah sulit bahkan mustahil Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla bisa mewujudkan janji-janjinya pada saat kampanye Pilpres tahun 2014 yang lalu. Sudah saatnya Ibu Megawati Soekarnoputri turun gunung menggerakkan “the rulling party” PDIP untuk ‘membangunkan’ dan mengingatkan alarm bahaya kepada Presiden Joko Widodo.

Jangan bermimpi bisa menang lagi dalam Pemilu dan Pilpres serentak pada tahun 2019 yang akan datang. Jangan bermimpi untuk menjabat untuk 2 (dua) periode jabatan Presiden RI. Bahkan hanya sekedar untuk mempertahankan jabatan Kepresidenan periode pertama inipun, jalannya akan sangat sulit dan banyak halangan yang menghadang. Alarm tanda bahaya telah berbunyi untuk Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. [***]

Penulis adalah Presiden Negarawan Center

(ts/rmol)