M. Rizal Fadillah: Salah Urus

Empat BUMN “tecnically bancrupt”. Merpati, Iglas, KAA, dan Leces. Sepuluh BUMN terancam bangkrut dengan utang yang besar.

BRI utang 1.008 triliun, Mandiri berutang 997 triliun, BNI 660 triliun, PLN 543 triliun, Pertamina 522 triliun, BTN 249 triliun, Taspen 222 triliun, Waskita Karya 102 triliun, Telkom Indonesia 99 trilyiun, dan Pupuk Indonesia 76 triliun.

Jika aset seluruh BUMN tersebut dijual maka akan habis untuk membayar utang. Keadaan ini merupakan bukti bahwa terjadi “salah urus” dalam mengelola usaha negara.

Di tengah kesulitan keuangan negara, anehnya dicanangkan proyek besar bernilai triliunan yaitu pemindahan ibukota negara ke Kalimantan. Sudah terbayang kondisi keuangan dan pengelolaan yang tidak baik. Salah urus bisa terjadi besar-besaran.

Apalagi bila kita “menjual” proyek yang ada ini kepada asing. Dari hampir biaya 500 triliun hanya 19 persen APBN, sisanya jadi beban BUMN dan investasi swasta. Nah investasi asing terbuka lebar. Biasanya China yang semangat.

Paket jualan investasi ke China memang jorjoran. Ada 28 proyek yang ditawarkan dalam rangka kepentingan China untuk program Jalur Sutra BRI. Ditambah beberapa proyek di luar BRI yang ditawarkan juga ke negara China tersebut. Karena itulah Menko Maritim Luhut yang “spesialis” jalur China ini diberi tambahan bidang “garapan” menjadi Menko Maritim dan Investasi.

“Salah urus” menjadi karakter di mana negara dikelola dengan cara amatiran. Yang penting ada proyek dan investasi. Untuk itu stabilitas keamanan mesti diprioritaskan.

Akibatnya adalah demokrasi yang terpinggirkan. Sikap kritis publik atau aksi-aksi dinilai mengganggu. Ini yang ditakuti oleh “rezim investasi”.

Setelah “terpilih” kedua kalinya Pemerintah Jokowi belum memperlihatkan prestasi yang menggembirakan. Tidak ada lompatan kemajuan yang berarti. Malahan sebaliknya menteri-menteri gemar akrobat di matras kontroversi.

Rakyat pun makin terjepit. Tanda-tanda “salah urus” ini akan berkelanjutan. Presiden lebih suka “mengurus” cucu naik kereta api-kereta apian. Di Mall. rmol.id

M Rizal Fadillah

Pemerhati Politik

(*)