Virus China dan Doa Habib Rizieq

Hidup bersama virus pada akhirnya adalah jalan akhir dari wabah ini. Strategi Lockdown akan membatasi penyebaran virus. Namun ketika Lockdown berakhir, virus sudah diudara dan bermutasi menjadi lebih ganas. Strategi Lockdown hanya bisa berguna mungkin kalau vaksin dapat lebih cepat disediakan oleh negara maju.

Jika vaksin masih setahunan lagi dapat disediakan, maka sekali lagi, manusia-manusia yang tidak immun akan diserang oleh virus-virus itu.

Strategi Belanda atau “Dutch Way” dalam ulasan saya kemarin adalah berasumsi virus akan bermutasi dan vaksin tidak ditemukan dalam waktu cepat. Lalu mereka mungkin terinspirasi dengan pikiran Club of Rome dan Survival of The Fittes.

Pikiran ini mengutarakan hukum pertumbuhan penduduk dan kematian bagi yang lemah. Dalam konteks Coronavirus juga ke depan yang kuat bertahan dan yang lemah mati. Maka bagi Belanda strategi yang dipilih adalah memperkuat immunitas rakyatnya.

Mertua saya, di pinggiran pantai utara Noordwijk, Belanda, menangis mengetahui kematian mereka semakin dekat. Karena umur mereka 80 dan 77 tahun, tidak masuk dalam penguatan immunitas. Namun, air mata mereka tidak terhubung dengan Tuhan YME, karena mereka sejak tahun 60-an lebih percaya akal dibanding Tuhan (10 tahun lalu mertua saya memberikan buku Theory of Everything dari Stephen Hawking yang berisi Tuhan tidak ada).

Lalu Bagaimana Kita Di Indonesia?

Jika Belanda melakukan strategi hidup dengan virus, Indonesia terkesan gagap tanpa strategi. Terakhir antara pemerintah ribut sendiri, apakah kedatangan 47 tenaga kerja China ke Kendari layak atau tidak? Sah atau tidak? Perlu dikarantina atau tidak?

Bahkan penyebar video sebagai sumber informasi penting kisah kedatangan tenaga kerja dari negara sumber virus ditangkap polisi. Untung Gubernur Sultra dan semua rakyat tidak terima dengan tindakan polisi menangkap orang mulia pembawa informasi itu.

Anies Baswedan sendiri, ketika berusaha melakukan pencegahan penyebaran virus, yang bahkan belum mengarah ke Lockdown, sudah mendapat kecaman kelompok tertentu. Ketika Presiden Jokowi mengapresiasi langkah Anies Bawedan, tentu Anies semakin yakin atas kerjanya membuat sebaran informasi terbuka perkembangan orang-orang yang terinfeksi dan dalam pengawasan. Lalu Anies meliburkan sekolah. Lalu Anies membatasi transportasi publik.

Sayangnya berbagai langkah ini dikecam pembenci-pembenci Anies. Karena pecah belah pascapilpres masih kental.

Ketidakjelasan strategi ke depan, yang diperlihatkan dengan langkah-langkah sporadis, baik terkait pencegahan penyebaran virus maupun dampak ekonominya, membuat rakyat terpaksa berikhtiar sendiri.

Ikhtiar mencari masker gagal, karena ternyata masker sudah di ekspor sebanyak-banyaknya ke China, Hong Kong, dan Singapura. Ikhtiar mencari disinfectant pembersih tangan, dilakukan ibu-ibu arisan dengan mencampur alkohol 70 persen dan zat lainnya.

Dalam ikhtiar ini, masyarakat belum memahami batas maksimum semangat mereka menghadapi musibah ini. Pemerintah melalui Jubir Penanggulangan Covid-19 mengatakan bahwa tracing korban baru membaik saat ini, setelah lebih dua minggu dari korban pertama diketahui. Artinya akan ada informasi terinfeksi dan suspect dalam jumlah yang terus berkali lipat.

Pentingnya Habib Rizieq

Ketidakjelasan penangan wabah dan seberapa dahsyat dampaknya ke depan menghantui kita semua. Di Belanda, negara-negara barat dan China, yang tidak percaya Tuhan, wabah dan kematian adalah soal matematika dan logika.