China Dilaporkan Telah Menahan Ratusan Imam di Xinjiang

Menurut Radio Free Asia, salah satu mantan tahanan yang tinggal di Belanda mengatakan kepada Ayup bahwa di ibukota Xinjiang, Urumqi, orang-orang harus mendaftar dan harus menunggu ketika seseorang meninggal.

“Mereka takut mati karena masjid dibongkar, dan para imam ditangkap, dan tidak ada kemungkinan mengadakan pemakaman, untuk mengadakan upacara. Sangat tragis,” kata mantan tahanan lainnya.

 

Sementara itu, seorang profesor etnomusikologi di School of Oriental and African Studies di University of London, Rachel Harris, mencatat bahwa para imam (biasanya laki-laki) bukanlah satu-satunya tokoh agama yang menjadi sasaran dalam masyarakat Uyghur. Dia mencatat bahwa pemimpin agama wanita juga sangat penting dalam masyarakat Uyghur. Menurutnya, mereka tidak memimpin di masjid-masjid. Akan tetapi, mereka memiliki peran di dalam rumah, dan mereka melakukan semua jenis peran penting yang sama seperti yang dilakukan oleh imam laki-laki.

“Mereka (pemimpin agama wanita) bekerja dengan para wanita, jadi mereka memimpin pemakaman wanita, mereka mengajari anak-anak membaca Alquran dan sebagainya, dan mereka juga memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat, menengahi perselisihan, memberi nasihat, melakukan segala macam ritual,” kata Harris.

Harris selanjutnya mendesak kelompok-kelompok hak asasi Uyghur dan lainnya yang memantau wilayah tersebut untuk memasukkan para pemimpin agama perempuan dalam penyelidikan mereka terkait penahanan massal dan pelanggaran hak lainnya di wilayah tersebut.

Dokumen rahasia yang dikenal sebagai Kabel China, diakses tahun lalu oleh Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional, yang menyoroti bagaimana pemerintah China menggunakan teknologi untuk mengendalikan Muslim Uyghur di seluruh dunia. Namun, China kerap menyangkal penganiayaan tersebut dan mengatakan bahwa kamp tersebut menyediakan “pelatihan kejuruan”.

Orang-orang di kamp interniran mengatakan, mereka menjadi sasaran indoktrinasi politik paksa, penyiksaan, pemukulan dan penolakan makanan dan obat-obatan. Selain itu, mereka dilarang menjalankan agama atau berbicara dalam bahasa mereka. ROL