Dikritik, Sekolah-Sekolah di AS yang Beri Tempat dan Waktu untuk Salat

Sejumlah kalangan di AS mengkritik kebijakan beberapa sekolah dan universitas yang menyediakan fasilitas untuk beribadah bagi siswa yang Muslim.

Menurut Muslim Students Association (MSA), saat ini ada sembilan universitas yang tersebar di seluruh AS, yang menyediakan tempat khusus untuk salat dan 17 universitas yang menyediakan atau sedang membuat kamar mandi dengan keran yang memudahkan para mahasiswa Muslim membasuh kaki saat berwudhu.

Mereka yang mengkritik adanya fasilitas ini menilai bahwa pihak sekolah dan universitas sudah memberikan perlakukan khusus bagi siswa Muslim. Apalagi sejumlah sekolah dan universitas juga memberikan waktu istirahat khusus pada waktu salat.

Di antara mereka yang mengkritik adalah Richard Thompson, presiden Thomas More Law Center, lembaga advokasi bagi umat Kristen. Pada surat kabar USA Today edisi Kamis (26/7) ia mengatakan, "Apa yang dilakukan pihak sekolah dan universitas adalah memberikan keuntungan relijius bagi siswa yang Muslim, dan tidak memberikan hal yang sama pada penganut agama lain, "

Thompson juga menuding sekolah-sekolah dan universitas-universitas menerapkan standar ganda dengan memberikan waktu khusus bagi siswa Muslim agar bisa mendirikan salat, tapi tidak memberikan hal serupa pada penganut Kristen.

"Apa yang akan Anda lihat di luar sana adalah, akan lebih banyak lagi kasus-kasus seperti ini. Komunitas Muslim sedang melakukan uji coba sejauh mana mereka bisa masuk ke dalam sistem sekolah-sekolah publik, " kritiknya.

Padahal, aktivitas peribadahan antara umat Islam dan Kristen jauh berbeda. Muslim diwajibkan menunaikan salat lima kali sehari, sedangkan umat Kristen hanya sekali ke gereja pada hari Minggu.

Perdebatan soal penyediaan fasilitas sholat dan dispensasi waktu khusus untuk salat bagi siswa Muslim, sebenarnya sudah memcuat ke permukaan sejak beberapa bulan lalu. Ketika Carver Elementary School, sebuah sekolah publik di San Diego memberikan waktu istirahat selama 15 menit bagi sekitar 100 siswanya yang Muslim agar bisa menunaikan salat.

Seorang guru pengganti menuding sekolah itu sudah mengindoktrinasi para siswa dengan ajaran Islam, karena seorang guru bantu menjadi imam salat bagi para siswa.

Perdebatan ini juga menarik perhatian lembaga advokasi hak asasi terkemuka di AS, American Civil Liberties Union (ACLU). Lembaga ini sedang mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan pada sekolah yang sudah memberikan dispensasi waktu istirahat untuk salat. Menurut ACLU, kebijakan itu tidak konstitusional.

Namun lembaga advokasi Muslim menegaskan bahwa menyediakan akomodasi agar siswa Muslim bisa salah merupakan tindakan yang legal.

Direktur Eksekutif Muslim Public Affairs Council yang berbasis di Los Angeles, Salam Al-Marayati mengungkapkan, banyak sekolah yang mengakomodasi keperluan ibadah penganut Kristen dan Yahudi, misalnya dengan memberikan izin pada siswa yang beragama Yahudi untuk tidak ikut ujian pada hari-hari libur agamanya. (ln/iol)