Gerakan Islam Harus Belajar dari Kekalahan Mahkamah Islamiyah di Somalia

Masalah Somalia, kini menambah panjang penderitaan yang dialami dunia Islam. Apalagi dengan kedatangan pasukan udara AS yang secara ‘resmi’ mendapat izin dari pihak pemerintah transisi Somalia untuk membombardir sejumlah lokasi yang diduga sebagai tempat bercokolnya orang-orang Tanzhim Al-Qaidah pimpinan Usamah bin Laden. Lalu, ratusan korban sipil pun berjatuhan.

Keterusiran sebagai akibat dari kekalahan Mahkamah Islamiyah di Somalia pun sebenarnya mengejutkan banyak pihak. Terlebih, bagi siapapun yang mengikuti perkembangan masalah Somalia sejak kelahiran Mahkamah Islamiyah yang sesungguhnya merupakan aspirasi masyarakat sipil Somal. Bahkan kemudian, secara perlahan tapi pasti, Mahkamah Islamiyah menguasai secara de fakto mayoritas wilayah Somalia, utamanya Mogadishu.

Namun, ternyata dalam tempo beberapa hari saja, pasukan Mahkamah Islamiyah kewalahan menghadapi serangan pasukan pemerintah yang didukung tentara Ethiopia. Milisi Mahkamah Islamiyah yang dibangga-banggakan karena telah berhasil menguasai mayoritas wilayah Somalia, seperti kehilangan kekuatannya. Sejumlah analisapun muncul, mengapa secara tiba-tiba Mahkamah Islamiyah dengan begitu mudah terusir dari Mogadishu? Apakah tidak ada prediksi militer yang dimiliki pasukan MahkamahIslamiyah sebelumnya bila harus menghadapi kekuatan koalisi seperti itu?

Strategi Militer yang Lemah

Sejumlah pengamat Islam Somalia, seperti dipaparkan Islamonline, menuturkan beberapa kemungkinan latarbelakang kekalahan Mahkamah Islamiyah Somalia menghadapi gempuran penjajah Ethiopia dan pemerintah transisi Somalia:

Pertama, infiltrasi yang terjadi dalam tubuh pasukan Mahkamah hingga merasuk ke tokoh pemimpin mereka. AS sangat mampu membayar tinggi mental pasukan Mahkamah yang masih labil. Hal ini diakui sejumlah pemimpin Mahkamah, yang menyebut bahwa infiltrasi yang dilakukan sudah masuk ke wilayah pemimpin tinggi hingga menyebabkan koordinasi internal mudah tercium oleh pihak lain. Seorang petinggi Mahkamah terbukti menerima bayaran besar dan berhasil menempatkan sejumlah orang-orangnya di posisi strategis. Situasi seperti itulah yang kemudian memicu kekacauan dan kericuhan di dalam tubuh organisasi perang Mahkamah Islamiyah.

Kedua, ketidakseimbangan kekuatan perang, antara Mahkamah dan pasukan pemerintah yang didukung militer Ethiopia. Tentara Mahakim dihujani peluru dan bom dari udara berbarengan dengan gempuran tank dan senjata berat altileri milik militer Ethiopia. Tampaknya, para pemimpin Mahkamah belum memprediksi kondisi seperti ini dalam pertimbangan militer mereka.

Ketiga, level pemimpin Mahkamah Islamiyah gagal meyakinkan publik internasional soal prinsip keadilan dan persamaan yang mereka perjuangkan. Hingga akhirnya, label teroris melekat kuat untuk mereka dari sejumlah petinggi Barat. Mereka lebih dikenal sebagai pihak pemicu perang, bukan penyeru perdamaian. Padahal, keberadaan Mahkamah Islamiyah sangat diterima masyarakat Somalia.

Keempat, tidak adanya konsolidasi yang baik antara Mahkamah Islamiyah dengan berbagai arus gerakan yang telah bergabung dengan mereka. Kondisi seperti ini lalu memunculkan kekacauan di tengah pasukan, dan intruksi yang tidak terpusat. Setiap unit pasukan, terpisah secara koordinatif dengan yang lainnya. Inilah yang kemudian melemahkan serangan-serangan yang mereka lakukan.

Dukungan Kelompok Islam Terpecah

Sedangkan sebab internal terpenting yang menyebabkan pasukan Mahkamah Islamiyah tidak mampu melancarkan serangan terhadap pasukan Ethiopia adalah, perbedaan orientasi pemikiran dan politik yang berkembang di antara pendukung Mahkamah Islamiyah. Gerakan Mahkamah Islamiyah merupakan penyatuan dari berbagai fusi gerakan Islam di Somalia, baik aliran yang dikenal dengan nama Salafi, Wahabi, Ikhwani dan Sufi. Bukan hanya itu, Mahkamah Islamiyah juga menjadi tempat bergabungnya berbagai kabilah Somalia. Berbagai aliran gerakan dan asal kabilah itu memainkan peran yang cukup penting dalam memecah orientasi perjuangan yang mereka inginkan.

Sebab, ternyata Mahkamah Islamiyah sebagai organisasi payung dari ragam kelompok itu tidak mampu membangun kesamaan prinsip perjuangan dalam memerangi Ethiopia. Terjadi perbedaan pendapat soal apakah mereka akan menyerang tentara Ethiopia atau tidak. Perbedaan itu juga muncul disebabkan adanya infiltrasi orang yang memunculkan pemikiran yang berbeda dengan orientasi perjuangan yang diinginkan. (na-str/iol)