Ikhwan Tampik Pihaknya Dorong Hamas Akui Israel

Jama’ah al-Ikhwan al-Muslimun Mesir menampik klaim-klaim Zionis Israel yang dimuat di harian Israel Yedeot Aharonot bahwa dalam waktu dekat ini Mursyid Ikhwan Ustadz Mahdi Akef akan mengeluarkan fatwa khusus yang memberikan keluasan bagi gerakan Hamas untuk mengakui entitas Zionis Israel.

Wakil Mursyid Ikhwan, Dr. Muhammad Habib mengatakan, pernyataan Israel ini sama sekali tidak benar, tidak memilki asal muasalnya dan penuh kebohongan. Ini adalah upaya untuk menyulut debu di seputar gerakan dengan cara memalukan.

Habib menambahkan, “Pemerintah Mesir tidak menekan jama’ah (Ikhwan) juga tidak pada Hamas. Keputusan semuanya berada di tangan Hamas sendiri. Sedang Israel adalah entitas perampas tanah Palestina. Tidak ada pembicaraan tentang perdamaian selama tidak ada penarikan dari tanah Palestina, paling tidak, dari batas wilayah 1967.”

Seperti dilansir harian Mesir al-Arabia, Habib mengatakan bahwa Israel dan dunia secara keseluruhan harus mengakui Hamas. Karena pemilu legislatif yang berlangsung di tanah Palestina adalah pemilu demokratis yang selesai tanpa preseden buruk. Pemilu ini juga mengungkap tentang kesadaran politik yang tinggi dalam diri bangsa Palestina.

Di pihak lain, gerakan Hamas juga menampik apa yang dilansir harian Aharonot tersebut. Juru bicara fraksi Hamas di dewan legislatif Palestina Shalah Bardawel mengatakan, “Ungkapan ini tidak mungkin terjadi dan kami tidak yakin bahwa itu berasal dari gerakan Ikhwan. Karena masalahnya berada di dalam akal (kepala) orang Israel dan bukan di dalam akal (kepala) orang Palestina.”

Bardawel menyebut, Israel lah yang tidak mengakui hak-hak bangsa Palestina dan tidak mengakui Hamas. “Saya yakin, tak seorang pun yang berakal di dunia ini meminta bangsa Palestina yang menjadi karban untuk mengakui Israel pembunuh dan penjagal,” ungkap Bardawel menambahkan.

Mubarak Akan Pertemukan Olmert dan Abu Mazen

Sebelumnya harian Israel Ha’aretz edisi Kamis (20/04/06) juga telah mengungkapkan tentang tekanan pihak Mesir terhadap pemerintah Palestina yang dipimpin Hamas agar mengadopsi keputusan Liga Arab di ibukota Lebanon, Beirut, tahun 2.000 lalu yang dikenal dengan “Inisiatif Arab Saudi”. Inisiatif ini menuntut pengakuan terhadap batas wilayah tahun 1967 dan solusi yang adil bagi persoalan pengungsi Palestina dengan kompensasi penarikan penuh Israel dari wilayah-wilayah Arab dan pendirian negara Palestina merdeka dengan ibukota al-Quds (Jerusalem) Timur.

Ha’aretz menjelaskan bahwa Presiden Mesir Husni Mubarak tengah berupaya melakukan aktifasi inisiatif yang telah disetujui Arab Saudi tersebut. Yaitu dengan mempertemuakan PM Israel Ehud Olmert dan Presiden Palestina Mahmud Abbas “Abu Mazen” dalam kunjungan yang akan dilakukan Olmert ke Mesir setelah pembentukan pemerintahan Israel yang baru.

Menukil sumber tingkat tinggi Mesir, harian Ha’aretz mengungkapkan, “Sesungguhnya tujuan usulan Mesir ini adalah menciptakan dua level dari dialog antara Israel dengan Palestina. Pertama pada level aktivitas yang tengah berlangsung, mencakup pelayanan-pelayanan umum, aktifasi ekonomi Palestina dan mengembalikan kelayakan institusi-institusi yang ada guna mendorong aktivitas kehidupan. Dan kedua pada level institusi politik yang berkompeten pada kelangsungan tekad menghentikan saling serang antara Israel dan Hamas serta membangun prasarana perundingan melalui Abu Mazen.”

Mengutip dari sumber yang tidak mau disebutkan namanya, Ha’aretz menambahkan bahwa “demi mencapai semua itu maka Hamas harus mengakui kesepakatan-kesepakatan yang telah ditandatangani PLO dengan Israel. Demikian juga mengakui Israel sebagai suatu realitas kondisi, meski hal itu tidak dilakatakan secara terang-terangan. Jalan lain adalah mengadopsi deklarasi Beirut, yang juga memuat pengakuan terhadap “Israel”.”

Diisyaratkan bahwa dengan formula inilah mungkin Amerika dan Israel rela menerima. Apabila Mesir berhasil meyakinkan Hamas mengadopsi keputusan konferensi Beirut, dan setelah itu kesepakatan-kesepakatan yang telah ditandatangani pemerintah Palestina sebelumnya dengan Israel, maka memungkinkan pembentukan koalisi antara Hamas dan Fatah, dengan demikian ada pengokohan legalitas pemerintahan Palestina. (was/ikhol-miol)