Libya Batalkan Hukuman Mati Terdakwa Kasus Penularan HIV AIDS

Mahkamah Agung Libya memberi keringanan hukuman terhadap enam pekerja medis asing yang sudah dijatuhi sanksi hukuman mati, menjadi hukuman seumur hidup. Keringanan hukuman diberikan tak lama setelah pembayaran kompensasi bagi keluarga yang anak-anaknya menjadi korban penularan HIV AIDS.

Keenam petugas medis yang terdiri dari lima perawat asal Bulgaria dan seorang dokter asal Palestina, sebelumnya terancam hukuman mati setelah dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus penularan HIV AIDS pada anak-anak di rumah sakit Benghazi, Libya.

Dalam pernyataannya, Mahkamah Agung Libya menyatakan, "Dewan hukum tertinggi memutuskan untuk meringankan hukuman pada lima perawat Bulgaria dan seorang dokter asal Palestina, dari hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup. "

Dengan demikian, keenam pekerja medis itu diharapkan bisa menyelesaikan sisa hukumannya selama 17 tahun lagi, bukan di Libya tapi di Bulgaria.

Sementara itu, ketua asosiasi keluarga korban, Idris Lagha menyatakan pihaknya sudah melepaskan hukuman mati, setelah semua tuntutan mereka dipenuhi. Ini merupakan bagian dari kesepakatan yang dimediasi oleh Khadafi Foundation dan keluarga korban sudah menyampaikan deklarasi yang mereka tandatangani ke Dewan Hukum Tertinggi, berisi pernyataan bahwa mereka tidak lagi mendesakkan hukum mati.

Namun sejumlah pejabat di Bulgaria membantah bahwa negaranya sudah mengirimkan sejumlah uang kompensasi pada para keluarga korban. Bulgaria dan Uni Eropa menolak ide kompensasi itu, karena akan menunjukkan bahwa keenam terdakwa memang bersalah. Karena keenam pekerja medis itu membantah bahwa mereka sudah dengan sengaja menyebabkan sekitar 400 anak-anak di Libya tertular HIV AIDS. Mereka menyatakan terpaksa mengakui perbuatan itu, karena telah mengalami penyiksaan.

Para pakar dan laporan kalangan ilmuwan menduga, anak-anak yang terkontaminasi virus HIV AIDS kemungkinan karena kualitas higienis yang buruk di rumah sakit Benghazi. Libya sendiri mendapat tekanan dunia internasional agar membebaskan keenam pekerja medis itu. Sampai saat ini, dari ratusan anak yang terinfeksi, 50 di antaranya meninggal dunia. (ln/aljz)