Lima Tahun Terakhir, Gelombang Islamofobia Meningkat di Australia

Meningkatnya Islamofobia dan diskriminasi terhadap warga Muslim di Australia itu terungkap dalam laporan tahunan lembaga pemerintah Equal Opportunity Commission (EOC). Menurut EOC kecenderungan itu terutama menimpa warga Muslim keturunan Timur Tengah dan kebanyakan terjadi di wilayah selatan negeri Kanguru itu.

Laporan tahunan EOC itu berdasarkan laporan-laporan yang disampaikan warga Muslim.

"Dari generasi ke generasi, warga Muslim yang tinggal di selatan Australia sudah menjadi bagian integral dari masyarakat kami," kata Linda Mathhews, ketua EOC.

"Tapi dalam lima tahun belakangan ini, meningkatnya perhatian masyarakat dunia terhadap Islam telah membuat warga Muslim lokal secara khusus diperlakukan tidak adil, yang tidak pernah terjadi sebelumnya," sambung Linda.

Meluasnya sikap Islamofobia dan meningkatnya tindakan bernuansa rasis dan kebencian terhadap Islam dan warga Muslim di kalangan masyarakat Australia, pernah disinggung oleh Komisaris Kepolisian Federal, Mick Keelty pada bulan Oktober lalu. Ia menyatakan banyak menerima laporan dari warga Muslim yang diperlakukan dengan buruk oleh masyarakat sekitarnya. Dan sikap seperti itu, kata Keelty, hanya akan mendorong munculnya terorisme.

Surat kabar Australia, Daily Telegraph dalam artikelnya yang terbit pada 27 November kemarin menyebutkan bahwa banyak warga Muslim di Sydney yang hidup dalam ketakutan dan terpaksa hidup dalam kelompok-kelompok masyarakat yang tertutup. Sejumlah warga Muslim bahkan sampai mengganti namanya dan tidak berani bepergian sendirian, untuk menghindari tindakan yang tidak diinginkan.

Lebih lanjut, laporan tahunan EOC sepanjang 32 halaman juga mengingatkan ada kecenderungan makin meningkatnya sikap tidak percaya dan permusuhan masyarakat Australia terhadap warga Muslim yang baru datang. Kondisi ini menimbulkan rasa putus asa dan perasaan tidak diterima di kalangan mereka.

"Sebagian kecil masyarakat menunjukkan sikap tidak mau menerima kehadiran warga Muslim yang baru datang," tulis Mathhews dalam laporan itu.

Selain itu, juga terjadi diskriminasi dalam lapangan kerja, pendidikan dan pemukiman terhadap para imigran. Para imigran ini terus menjadi sasaran dan selalu dipojokkan oleh media-media sayap kiri di Australia.

PM Australia John Howard dituding ikut berperan dalam meningkatkan gelombang Islamofobia di negeri Kanguru itu. Ia telah mengeluarkan banyak kebijakan keras terhadap warga Muslim dan pernah melontarkan pernyataan bahwa imigran Muslim di Australia telah menimbulkan berbagai persoalan yang tidak pernah terjadi sebelumnya saat kedatangan gelombang imigran dari Eropa dan Asia. Pada bulan Februari lalu Howard juga mengungkapkan kemarahannya terhadap imigran Muslim yang disebutnya patuh terhadap jihad.

Atas pernyataan dan sikapnya itu, Howard juga dikritik, bahwa Australia di bawah kepemimpinannya telah menyebabkan bangkitnya kembali kebijakan rasis kelompok "Kulit Putih Australia." Kebijakan ini adalah kebijakan diskriminatif terhadap kelompok imigran yang lebih mengutamakan warga asal Kaukasia, yang sudah dihapus pada 1970.

Atas laporan-laporan kasus yang menimpa warga Muslim itu, EOC-lembaga yang dibentuk tahun 1986 dan bertugas melakukan penyelidikan kasus-kasus diskriminasi bernuansa ras, warna kulit dan etnis, termasuk pelecehan seksual dan sejnisnya-rencananya akan membuat sebuah program baru untuk lebih meningkatkan kerjasama dengan warga Muslim yang sudah ada di benua itu sejak 200 tahun lalu.

Saat ini jumlah warga Muslim di Australia diperkirakan mencakup 1,5 persen dari 20 juta jumlah penduduk negeri itu. (ln/iol)