Pakistan Batalkan Penerapan Status Darurat, Karena Campur Tangan AS?

Pemerintah Pakistan untuk sementara membatalkan rencana untuk menerapkan status darurat di dalam negeri, setelah sebelumnya tersiar kabar bahwa Presiden Pervez Musharraf akan menerapkan status tersebut karena situasi keamanan dalam negeri yang tidak kondusif belakangan ini.

Namun kebenaran berita itu masih simpang siur. Pejabat yang dekat dengan Musharraf mengungkapkan status darurat tidak dibatalkan, tapi cuma ditunda penerapannya.

Menteri Penerangan Pakistan Muhammad Ali Durrani membenarkan bahwa Musharraf telah membatalkan rencana menerapkan status darurat di dalam negeri.

Sumber-sumber di pemerintahan Pakistan yang tidak mau disebutkan namanya mengungkapkan, Musharraf ingin menerapkan status darurat di dalam negeri untuk meredam tekanan kalangan oposisi di negeri itu dan untuk melicinkan jalannya agar terpilih kembali dalam pemilu mendatang.

Namun menteri penerangan menepis dugaan itu. "Jenderal Musharraf mendapat tekanan untuk menerapkan status darurat itu. Tapi ia percaya pada demokrasi dan pemilihan umum yang bebas dan adil. Itulah sebabnya, Musharraf tidak mendengarkan desakan tersebut, " kata Ali Durrani.

Sejak wacana status darurat itu mengemuka di Pakistan, sejumlah politisi di Pakistan menentang rencana tersebut. Senator Mushahid Hussein yang juga Sekretaris Jenderal Pakistan Muslim League-partai yang berkuasa di Pakistan-menilai penerapan status darurat bukan tindakan yang bijak.

"Situasi saat ini tidak seburuk yang dibayangkan, sehingga harus diterapkan status darurat. Status darurat biasanya diterapkan dalam kondisi yang sangat ekstrim, " kata Hussein.

Namun sejumlah pejabat yang dekat dengan presiden mengatakan, Musharraf bukan membatalkan rencana itu, tapi hanya menundanya. "Presiden masih mengamati situasi. Dia tahu situasi saat ini tidak kondusif jika diterapkan status darurat, " kata sumber tadi.

Kabar lain yang beredar, Musharraf "membatalkan" rencana menerapkan status darurat di Pakistan setelah melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri AS Condolleezza Rice.

Sumber-sumber di pemerintahan Pakistan mengatakan, Rice memberi masukkan pada Musharraf untuk tidak menerapkan status darurat itu, karena akan memicu reaksi keras di dalam negeri maupun dunia internasional, yang akan membuat posisi Musharraf makin sulit.

Menjelang pemilu di Pakistan, Presiden Musharraf banyak mendapatkan tekanan, terutama dari kelompok sekular pro demokrasi di negeri itu. Terlebih hubungan Musharraf dengan lembaga Mahkamah Agung tidak harmonis sejak pemerintahan Musharraf memecat hakim agung Iftikhar Chaudry.

Mahkamah Agung bahkan hari Kamis kemarin bahkan menyatakan akan mempertimbangkan permintaan mantan perdana menteri Pakistan Nawaz Sharif agar bisa kembali ke Pakistan setelah diasingkan ke luar negeri selama bertahun-tahun.

"Musharraf banyak melakukan kesalahan belakangan ini. Dia sudah putus asa, dan tindakannya adalah tindakan orang yang putus asa, " kata Sharif pada Al-Jazeera, Rabu (8/8) kemarin.

"Lebih cepat Musharraf turun dari jabatannya, itu lebih baik bagi Pakistan, " sambungnya. (ln/iol/aljz)