Pemerintah Afghanistan Bangun Madrasah untuk Tangkal PengaruhTaliban

Menteri Pendidikan Muhammad Hanif Atmar mengungkapkan, madrasah itu dibangun karena musuh-musuh demokrasi yang mengganggu stabilitas Afghanistan telah menggunakan sarana pendidikan sebagai senjata untuk melakukan terorisme.

Hanif Atmar yang masih berusia 39 tahun dan merupakan menteri termuda dalam jajaran kabinet Presiden Hamid Karzai menuding Taliban sudah memanfaatkan sekolah-sekolah agama untuk merekrut anggota-anggotanya.

Pemerintahan Presiden Hamid Karzai adalah pemerintahan yang ditunjuk Barat setelah jatuhnya Taliban. Seperti diketahui, Barat yang dimotori AS sedang gencar-gencar melancarkan perang anti terorisme.

"Mereka mengajari orang untuk membenci orang lain dan mengajarkan hal-hal yang tidak sesuai dengan agama kita. Dan mereka mendapatkan orang yang mau melakukan bom bunuh diri serta merekrut pejuang Taliban dari madrasah-madrasah, " papar Hanif Atmar seperti dikutip AFP.

Menurutnya, pemerintah punya "tanggung jawab etika" untuk membangun sistem pendidikan Islam yang modern dan toleran, karena banyak orang tua yang menginginkan anak-anaknya belajar di sekolah agama.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, madrasah pertama milik pemerintah akan dibangun dalam dua bulan ini dan nantinya, madrasah serupa akan dibangun di 34 provinsi di Afghanistan. Setiap madrasah diharapkan mampu menampung 50 ribu siswa. Kurikulum pendidikan terdiri dari 40 persen pendidikan agama, 40 persen pendidikan umum dan 20 persen pendidikan ketrampilan komputer dan bahasa asing.

Hanif menjamin, kurikulum itu akan menghasilkan lulusan-lulusan yang siap kerja dibandingkan lulusan dari madrasah dengan konsep tradisional. Madrasah-madrasah modern ini, tambah Hanif, akan berada di bawah pengawasan kementerian pendidikan dan sebuah tim dari kalangan warga masyarakat agar guru-gurunya tidak menyimpang dari kurikulum yang sudah ditentukan.

Kesulitan Tenaga Guru

Tantangan yang paling berat bagi pendirian madrasah ini, kata Hanif, adalah kurangnya tenaga guru yang berkualitas di Afghanistan.

"Kami harus bekerja di dua front. Pertama, melatih para guru generasi baru dengan fokus guru perempuan. Kedua, menyediakan pelatihan bagi para guru yang sudah ada, " tukas Hanif Atmar. Ia menyatakan, dari 143 ribu guru yang ada, sekitar 80 persennya tidak berkualitas.

Selain masalah guru, prioritas pemerintah adalah mendorong anak-anak perempuan di Afghanistan untuk sekolah.

"Saat ini, di sekolah dasar, perbandingan siswa dan siswi adalah dua banding satu. Di sekolah menengah, perbandingan siswa dan siswinya lima hingga enam siswa banding satu siswi. Rasio ini harus diubah, " sambung Hanif.

Ia mengungkapkan, tindak kekerasan dan serangan, terutama di selatan Aghanistan menyebabkan banyak kerusakan di sekolah-sekolah dan guru-guru yang tewas menjadi korban.

Dalam 12 bulan belakangan ini, sudah 44 guru yang terbunuh. "Enam bulan yang lalu, setiap hari ada dua sampai tiga insiden serangan ke sekolah-sekolah, guru-guru dan para siswa kami. Tapi sekarang, hanya ada dua sampai tiga serangan dalam satu minggu, " jelas Hanif.

Untuk itu, pemerintah akan membentuk semacam dewan lokal yang tugasnya melindungi sekolah-sekolah dan memberikan layanan pendidikan, diiringi dengan meningkatkan situasi keamanan serta kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan.

Afghanistan adalah negara yang tingkat buta hurufnya masih sangat tinggi. Menurut data PBB, hampir 90 persen kaum perempuan yang tinggal di kawasan pedalaman, buta huruf.

"Demokrasi tidak akan pernah bisa berjalan penuh, jika masyarakatnya tidak bisa membaca dan menulis, dan jika modal sumber daya manusianya tidak ada, " tambah Hanif. (ln/iol)