Tidak Ada Perlindungan bagi Rakyat Irak dari Ancaman Perang Sipil

Tiga tahun sudah invasi AS di Irak serta jatuhnya rejim Saddam Hussein, tidak membuat kondisi rakyat Irak membaik malah mengalami penderitaan yang lebih dalam. Belakangan, pertikaian Sunni-Syiah makin tajam di Irak, suatu hal yang sangat jarang terjadi sebelum invasi AS ke negeri 1001 malam itu.

Kekhawatiran akan kondisi rakyat Irak sekarang ini diungkapkan oleh mantan Perdana Menteri Irak, Iyad Allawi. Ia mengkhawatirkan merebaknya pembersihan etnis di Irak sementara negosiasi untuk membentuk pemerintahan bersatu ditunda dalam beberapa minggu ke depan.

"Tidak ada satupun institusi yang bisa melindungi rakyat, jelas-jelas ada pembersihan etnis yang terjadi di sana-sini di Irak, inilah sebenarnya merupakan tingkat perang sipil," kata Allawi seperti dikutip BBC News.

"Kita harus menolak ini, kita harus cukup berani membicarakan masalah ini," tegasnya.

Sejak peristiwa pengeboman Masjid Imam Ali Al-Hadi milik Syiah pada Februari lalu, lebih dari 400 orang kebanyakan warga Sunni tewas dalam serangan ke masjid-masjid Sunni. Muslim Sunni di Irak menuding kelompok milisi Syiah dan pasukan pemerintah ikut berperan dalam aksi kekerasan tersebut.

"Ini semua fakta, bukan khayalan," kata Allawi.

"Setiap harinya, rata-rata 50 sampai 60 nyawa manusia melayang di Irak. Kalau bukan perang sipil, maka hanya Tuhan yang satu apa itu perang sipil," sambung Allawi.

Allawi, yang merupakan tokoh sekular Syiah mengatakan, sektarianisme sudah mengakar di Irak. Menurutnya, pelayanan masyarakat makin memburuk, sektarianisme merajalela dan kelompok milisi menguasai sektor-sektor tertentu di Baghdad. Ia menuding pemerintahan Ibrahim Al-Jaafari yang berkuasa saat ini, sengaja membiarkan kelompok-kelompok milisi yang kuat untuk berkeliaran dan menjadi ancaman bagi keharmonisan komunitas di Irak. Allawi juga menuduh pemerintahan yang didominasi Syiah, membentuk pasukan yang mematikan dan membangun tempat-tempat penyiksaan rahasia.

Kelompok-kelompok yang menentang serangan terhadap Muslim Sunni sudah mengingatkan baik di tingkat regional maupun internasional tentang bayang-bayang perang sipil di Irak, yang akan berdampak pada stabilitas di seluruh wilayah Timur Tengah.

International Crisis Group (ICG) bulan Februari kemarin mengatakan, perang sipil bisa dicegah jika dilakukan perubahan yang siginifikan terhadap konstitusi Irak yang bernuansa ‘sektarian’ serta membubarkan kelompok-kelompok milisi.

Menanggapi isu perang sipil di Irak, Presiden Jalal Talabani minta agar kekhawatiran akan terjadinya perang sipil tidak dihembus-hembuskan.

Sementara itu, partai-partai politik di Irak memutuskan menunda negosiasi untuk membentuk pemerintahan baru selama satu minggu ini, setelah mengalami dead-lock sejak negosiasi dimulai paska pemilu Desember lalu.

Sementara pemerintahan belum terbentuk, partai-partai di Irak setuju untuk membentuk dewan keamanan yang baru dalam pembicaraan hari Minggu (19/3). Dewan itu beranggotakan 19 orang yang mewakili Aliasi Persatuan Syiah Irak, Aliansi Kurdi, kalangan Sunni, kelompok Allawi dan dari Front Dialog Nasional Sunni. Pembentukan dewan ini bertujuan untuk memastikan bahwa Sunni dan Kurdi memiliki hak bicara dalam masalah keamanan di Irak.