Bersama Akademisi, NU Dukung Lampung Jadi Ibukota Negara Baru

“Piil Pesenggiri merupakan sistem nilai yang dijalankan masyarakat Lampung turun-temurun. Di dalamnya ada nilai yang disebut nemui nyimah. Nemui artinya selalu membuka diri untuk menerima tamu, sedangkan nyimah artinya keinginan memberikan sesuatu dengan ikhlas kepada seseorang sebagai tanda ingat dan akrab. Jadi, secara sosiologis, masyarakat Lampung selalu mengutamakan sifat bermurah hati dan ramah terhadap semua orang, baik dalam kelompok maupun kelompok kerabatnya,” terang doktor alumnus Unpad Bandung tersebut.

Dalam analisa mantan Rektor Universitas Tulang Bawang (UTB) itu, letak Lampung sangat strategis karena dekat dengan Jakarta yang akan tetap menjadi pusat ekonomi dan bisnis, bila dilihat dari dan dalam hal penggunaan moda transportasi darat, laut dan udara. Bila terjadi pemindahan pusat pemerintahan, negara tak akan terlalu terbebani dari segi pembiayaan mobilisasi orang dan barang, dibandingkan dengan daerah lain yang sangat jauh.

Selain itu, lanjutnya, masyarakat Lampung sejak tahun 1900 sudah terbuka menerima pendatang terutama dari Pulau Jawa dengan datangnya transmigrasi pertama yang ditempatkan di daerah Gedong Tataan yang kini berada di Kabupaten Pesawaran. Perpindahan penduduk yang kerap disebut kolonisasi tersebut terus meningkat jumlahnya sampai tahun 1969, sehingga proses pembauran telah terjadi secara alamiah dan mampu meredam konflik.

“Dengan berbagai kelebihan Lampung di atas serta adanya falsafah dasar masyarakat Lampung yang berpedoman pada nemui nyimah, sangat minim rintangan dan konflik yang mungkin terjadi dalam rencana pemindahan pusat pemerintahan RI yang akan dijalankan Presiden Jokowi,” tutup Hasan Basri.

Setelah sebelumnya menggelar Focus Group Discussion (FGD) “Lampung sebagai Alternatif Pusat Pemerintahan RI” medio Agustus 2017 dan beraudiensi ke Ketua MPR Zulkifli Hasan sekitar 2 minggu yang lalu, rencananya ratusan tokoh se-Lampung dari lintas profesi yakni rektor, akademisi, pemuka agama, tokoh adat, kepala daerah, jurnalis, pengusaha, politisi, aktivis dan lembaga swadaya masyarakat akan hadir pada FGD lanjutan, Selasa (3/10/2017) bertempat di Institut Teknologi Sumatera (ITERA) yang berlokasi di Jalan Terusan Ryacudu, Desa Way Hui, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan.