Cerita Refli Harun Soal Yudi Latif dan ‘Para Dewa’di BPIP

Kepentingan politik jangka pendek itu sudah mulai terlihat saat beberapa anggota dewan pengarah BPIP malah bertingkah seperti alat kampanye atau alat penggebuk. Harusnya, imbuh dia, BPIP dijauhkan dari anasir-anasir politik.

“Sudah mulai terlihat jadi alat penggebuk. Kelihatan saat kasus gaji mencuat itu malah berkomentar tidak bijak. BPIP juga jadi politik karena kelihatan terbentuk atas respons Pilkada DKI saja,” ujar Refly.

Untuk itu, Refly menekankan jika BPIP tidak lagi diperlukan. Harusnya, kata dia, pemerintah bisa belajar dari sejarah rezim-rezim sebelumnya jika pancasila hanya akan jadi alat penggebuk jika diurus oleh negara. Refly menyinggung cara orde baru untuk menggebuk kelompok ektrim kanan dan kiri lewat pancasila.

Cara-cara rezim Orba itu juga mulai terlihat digunakan oleh rezim ini dengan menggunakan pancasila untuk menggebuk pendapat yang dicap intoleransi dan anti kebhinekaan.

“Fakta intoleran atau anti kebhinekaan memang ada, tapi jangan sifatnya judgmental. Betapapun ekstremnya Pancasila itu harus digunakan untuk merangkul mereka. Bukan memisahkan atau menggebuk,” ujar Refly.

Refly mengingatkan jika kehidupan berbangsa tak hanya soal Pancasila yang memang sudah kokoh sebagai dasar negara. Dalam tingkatan masyarakat, adat istiadat dan agama juga harus diperhatian. Untuk itu, narasi pancasila tidak boleh dibajak kebenarannya oleh negara.

“Tidak boleh benturkan pancasila dengan adat atau agama. Orang yang beragama baik pasti pancasilais. Pancasila jangan dibajak. Jangan yang versi negara seolah-olah benar. Faktanya kan dalam beberapa hal negara kadang-kadang tidak benar,” ujar Refly.

Terkahir, Refly berpesan agar penanaman pancasila lebih baik dititipkan ke lembaga pendidikan dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah cukup mengumpulkan pakar-pakar dari kalangan non politik untuk bisa merumuskan dengan baik kurikulum yang sifatnya jangka panjang.

“Megawati dan anggota pembina lain secara personal kan mampu. Tapi belum tentu ada waktu. Jadi coba melihat kasus ini jangan untuk kepentingan jangka pendek,” demikian Refly.

Sebelumnya, kabar pengunduran diri Yudi Latif dari jabatan kepala BPIP beredar beredar di Facebook. Lewat akun Yudi Latif Dua, dia mengunggah tulisan berisi pengunduran dirinya dari jabatan yang diembannya sejak tahun lalu.

Juru Bicara Presiden Johan Budi membenarkan bahwa Presiden Joko Widodo telah mengetahui rencana pengunduran diri Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latif. Istana juga sudah menerima surat pengunduran diri Yudi Latif, namun belum sempat dibaca oleh Presiden.

“Kalau surat resmi belum baca karena diterima Sekretaris Kabinet dan Menteri Sekretaris Negara tadi pagi,” ujar Johan di Kantor Presiden, Jumat (8/6).

Yudi menjabat sebagai Kepala BPIP sejak Februari 2018, sebelum resmi menjabat sebagai Kepala BPIP Yudi ditunjuk menjadi Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) sejak 7 Juni 2017.

Yudi sendiri belum mengeluarkan pernyataan langsung terkait pengunduran dirinya tersebut. Panggilan telepon dan pesan singkat belum direspons oleh Yudi Latif. [cnnindonesia]