Kalangan DPR Nilai Pemanggilan 11 Menteri Sebagai Tekanan Politik

Pemanggilan sejumlah menteri kabinet oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelang rapat paripurna tentang usul hak angket impor beras dinilai telah merusak tatanan kenegaraan karena sikap itu terlihat ingin menjinakkan anggota DPR RI melalui menteri-menteri dari parpol-parpol.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Irmadi Lubis menegaskan kepada wartawan di Jakarta Jumat (20/1), sikap presiden SBY itu telah merusak koridor yang dibuatnya sendiri seperti yang tertuang dalam Perpres No 7 Tahun 2005 tentang Rencana Panjang Jangka Menengah (RJPM) nasional.

Presiden SBY dalam RJPM nasional itu menyatakan, ada dua strategi pokok pembangunan dalam mewujudkan visi dan menjalankan misi pembangunan nasional. Pertama, strategi penataan kembali Indonesia yang diarahkan untuk menyelamatkan sistem ketatanegaraan berdasarkan semangat, jiwa, nilai dan konsensus dasar berdiri dan tatap tegaknya NKRI.

Kedua, strategi pembangunan Indonesia yang diarahkan untuk membangun Indonesia di segala bidang yang merupakan perwujudan dan amanat yang tertera jelas dalam Pembukaan UUD 1945 terutama dalam pemenuhan hak dasar rakyat dan penciptaan landasan pembangunan yang kokoh.

Menurutnya, ironisnya kedua koridor itu dijelaskan oleh presiden SBY untuk mengembangkan sistem sosial politik yang tangguh, sehinga tahan menghadapi berbagai goncangan sebagai suatu sistem politik yang berkelanjutan.

Di atas landasan itu dikebangkan sistem peningkatan kapasitas dan kemampuan masyarakat yang merupakan bagian penting dari strategi pembangunan kedua. Sesuai amanat konstitusi peningkatan kapasitas dan kemampuan masyarakat harus dilakukan melalui penyediaan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat.

Karena itu, Irmadi mengingatkan, seharusnya presiden SBY meluruskan niat mengakomodir parpol-parpol bukan untuk menjinakkan politisinya di parlemen. “Presiden jangan buruk sangka dulu dengan usul hak angket impor beras, karena masalah itu merupakan faktor ketahanan pangan untuk kita semua," katanya.

Ia menilai, usul hak angket adalah menemukan kejelasan masalah ketahanan pangan yang sampai hari ini masih diragukan, karena Deptan bilang stok beras cukup, sebaliknya Bulog bilang kurang.

“Dan yang lebih parah presiden sendiri dalam pidato kenegaraannya mengatakan menjamin tidak ada impor beras. Menurut saya langkah presiden itu bisa merusak program presiden sendiri mengenai ketatanegaraan, karena DPR tidak bisa menggadaikan haknya untuk tidak melakukan pengawasan terhadap kebijakan presiden,” jelas dia.

Secara terpisah Syafrin Romas dari Fraksi PKB DPR RI menilai pemanggilan11 menteri kabinet itu terkesan presiden melakukan intervensi kepada parlemen. Karena yang dipangil berasal dari parpol semua, sehingga terkesan untuk menjinakkan parpol-parpol.

Menurutnya, seharusnya SBY memanggil menteri-menteri yang terkait dengan impor beras ini. Misalnya Kabulog, Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan. Kalau memanggil menteri transmigrasi, menteri perhubungan, menteri daerah kawasan tertinggal tidak ada hubungannya. “Ini mengada-ada dan ada kesan SBY ingin intervensi parlemen. Saya melihat SBY gelisah dengan ada hak angket ini,” katanya.

Politisi FPKB dari pemilihan Lampung ini mengingatkan, kalau ada perlawanan dari parlemen mestinya SBY koreksi ke dalam, di mana letak kesalahan soal impor beras tersebut. Apalagi data Departemen Pertanian dan Bulog mengenai beras sampaisekarang belum jelas. (dina)