Masa Sih Ekonomi RI Baik-Baik Saja?

Apalagi, suku bunga the FED akan kembali naik dan pastinya rupiah akan makin melemah.

Belum lagi, 40 persen obligasi Indonesia yang dipegang oleh asing akan dilepas akibat buruknya kinerja kurs rupiah. Hal itu terbukti dengan obligasi Indonesia juga yang mengalami tekanan. Hasil patokan obligasi 10-tahun naik 14 basis poin pada Selasa menjadi 8,15 persen, meningkat dari 6,32 persen pada akhir 2017. Indeks saham utama negara itu merosot 1,2 persen, mengambil penurunan tahun ini menjadi 7,6 persen

Belum lagi diperpanjang dari sisi defisit fiskal, dimana neraca transaksi  berjalan yang terus defisit, akibat terjadi jor-joran misal lokasi proyek proyek Infrastruktur yang lebih bernuansa mercusuar dibanding memiliki nilai tambah untuk meningkat devisa negara. Seperti lebih banyak bangun gedung-gedung dibandingkan membeli mesin dan membangun industri nasional yang berbasis produk ekspor.

Langkah yang diambil otoritas Moneter dalam hal ini BI dengan menawarkan program hedging bagi pelaku usaha yang melakukan aktifitas impor untuk menjaga volalitas nilai kurs dolar boleh tapi sampai seberapa efektifnya?

Lalu, rencana pemberian insentive bagi para pelaku usaha yang usahanya berbasis produk ekspor seperti CPO Dan pertambangan, apa mereka tertarik untuk mengubah pendapatan mereka dalam bentuk dolar  menjadi rupiah, untuk meningkat devisa dan melindungi mata uang lokal dari kekalahan pasar global. Sepertinya tidak mungkin karena mereka sektor perkebunan sawit dan pertambangan banyak dikuasai oleh perusahaan asing dan nasional yang juga punya pinjaman kredit di bank bank luar negeri dan obligasi dalam denominasi dolar yang banyak akan jatuh tempo. Jadi sangat kecil kemungkinan mereka tertarik dengan program BI.

Jadi, krisis ekonomi sangat berpotensi di zamannya Kangmas Joko Widodo. Jika terus kebohongan data-data ekonomi yang dikemukakan saat mau Pilpres. (kl/rmol)

Arief Poyuono, Wakil Ketua DPP Partai Gerindra