Masyarakat Indonesia Dinilai Belum Utamakan Halal Dalam Berbelanja

Eramuslim – Meskipun menjadi negara dengan mayoritas Muslim terbanyak di dunia, ternyata masyarakat Indonesia masih banyak yang memposisikan konsep halal di urutan ketiga. Hal ini terlihat ketika masyarakat Indonesia membeli sesuatu makanan atau produk.

“Itu kebanyakan yang diutamakan adalah murah. Kedua enak dan ketiga baru halal,” ujar Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, Kementerian Agama, Abdul Amri Siregar melalui keterangan resmi yang diterima Republika, Rabu (18/10).

Sertikasi Halal
Pekerja sedang menyajikan makanan di restoran siap saji Sushi Bar, Jakarta, Kamis (6/2). Sesuai Intruksi Gub DKI Jakarta Joko Widodo, para pelaku usaha di bidang perhotelan, resto dan katering melengkapi dengan sertifikasi halal.

Melihat situasi tersebut, Amri menilai, Undang-Undang No 30 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal sangat diharapkan bisa mengubah pola pikir masyarakat. Dalam hal ini bagi warga yang terlena dengan produk-produk yang dijual tanpa sertifikasi halal.

Di sisi lain, Amri mengutarakan, saat ini hanya ada 15 persen produk yang sudah tersertifikasi halal. Sisanya atau 85 persen masih belum bisa dipastikan kehalalannya. “Dalam memberikan label halal tidak boleh mendeklarasikan label halal sendiri karena harus ada sertifikasi halalnya yang membutuhkan pemeriksaan,” katanya.

Menurut Amri, terdapat empat tahapan proses sertifikasi halal yang akan diterapkan oleh kementerian Agama. Pertama, pelaku industri mendaftarkan produknya ke Badan Penyelenggara Jaminan Halal (BPJH) Kemenag. Jika produk tersebut diperlukan pemerikasaan akan diteruskan ke Lembaga Penjaminan Halal (LPH) yang saat ini biasa disebut LPOM MUI.