Oknum TNI AL Diduga Todongkan Pistol ke Pimpinan Pesantren di Sultra

Menurutnya, penodongan pistol itu disaksikan oleh banyak santri. Akan tetapi oknum TNI melarang dan mengancam para santri memvideokan tindakan mereka. Para santri pun ketakutan.

Lalu, sambung Sutamin, Mardin More menarik dirinya diikuti dengan dorongan paksa dan upaya pemukulan. Bahkan Letkol AF kembali menodongkan pistol ke arah Sutamin. Setelah itu, Sutamin dipaksa ikut ke dalam mobil.

Sutamin meminta izin untuk mengambil HP tapi tidak diizinkan keluar dari mobil. Sehingga ia meminta salah seorang santri dan guru untuk mengambil HP di kantor. Setelah HP diterima, ia mengaku kembali diancam tidak boleh menghubungi siapapun. Bahkan HP miliknya diambil secara paksa.

Sutamin meminta untuk dibawa ke Polres Kolaka. Tapi, para oknum itu menyuruhnya diarahkan ke Pos Angkatan Laut Kolaka. Dalam perjalanan di mobil tersebut, Sutamin mengaku mengalami berbagai ancaman.

Ketika tiba di Pos AL Kolaka, diakuinya terjadi pengancaman dan penodongan pistol oleh Letkol AF di bagian kepala Sutamin.

Dikatakan Sutamin, Mardin More mengambil pistol anaknya tersebut kemudian Letkol AF mencabut sangkurnya dan mengancam ke dirinya. Setelah itu, dia mengaku mendengar tembakan peringatan disusul dengan perkataan bahwa itu sudah ada tembakan peringatan.

Kasus Sertifikat Tanah

Menurut Sutamin, semua ancaman itu sebagai bentuk intimidasi dan pemaksaan kepada dirinya untuk menyerahkan sertifikat tanah pondok pesantren. Tanah tersebut telah dibeli oleh pondok pesantren melalui dirinya dari Mardin More. Sementara kasus tanah ini sementara diproses di Mahkamah Agung.

Oknum TNI AL Diduga Todongkan Pistol ke Pimpinan Pesantren di KolakaMenurut dia, pada putusan Pengadilan Negeri (PN) Kolaka dan Pengadilan Tinggi (PT) Kendari menyatakan gugatan tersebut dimenangkan oleh dirinya dan Pondok Pesantren lhya‘ Assunnah dengan status NO. Tutur Sutamin, karena dia tidak mau memberikan maka intimidasi dan ancaman terus dilakukan.

“Maka dengan terpaksa saya bersedia untuk menyerahkan surat surat tanah tetapi meminta agar didampingi oleh dua saksi dan pengacara. Namun mereka menolak dan tidak mengizinkan kehadiran pengacara. Saya dilarang pulang mengambil sendiri sertifikat dan dua surat pengalihan tanah,” bebernya.