PBNU Ingatkan Luhut Jangan Arogan Dan Anti Kritik

“Jubir luhut tampak arogan dan anti kririk, pemerintah merasa selalu paling benar,  yang mengkritik dianggap berprasangka kami menyampaikan pendapat itu atas dasar fakta,” demikian penjelasan Umarsyah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu dini hari (23/5).

Umarsyah kemudian memberikan gambaran konkret bagaimana PBNU telah membentuk 13 ribu titik lebih Gugus Tugas penanganan Covid-19 di seluruh Indonesia.

PBNU kata Umarsyah, telah bekerja mendistribusikan alat pelindung diri (APD), penyemprotan disinfektan dan mengedukasi masyarakat dengan cara dan pendekatan ala NU sehingga berbagai kebijakan pemerintah meniadakan aktivitas belajar di sekolah, pengajian dan bahkan sholat berjamaah di masjid juga berjalan efektif.

Pada saat bersamaan, kondisi berbalik dengan imbauan yang dilakukan pemerintah. Faktanya sampai saat ini berbagai langkah pemerintah tidak efektif, jalanan macet, kerumunan di mall dan pasar terjadi di mana-mana bahkan hingga muncul tagar Indonesia terserah.

“Faktanya imbauan PBNU jauh lebih ditaati sedangkan imbauan dan larangan pemerintah justru diabaikan. Kita ingin ingatkan pemerintah bahwa menghadapi Pandemik tidak bisa diatasi sendiri. Kritik yang kami sampaikan berdasarkan pikiran positif dan untuk perbaikan penanganan pandemik (Covid-19),” demikian penjelasan Umarsyah.

Pria asal Kota Metro Lampung itupun meminta Luhut dan anak buahnya tidak menganggap segala kritik publik sebagai prasangka. Apalagi menganggap dirinya merasa paling benar dan para pengkritiknya bersikap salah.

“Tolong jangan tunjukkan arogansi seolah apa yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Luhut selalu benar dan paling benar. Ketika kami menyampaikan pendapat dengan maksud perbaikan dituduh berprasangka, ini namanya anti kritik, bagaimana mungkin berharap partisipasi elemen masyarakat kalau cara berfikir pemerintah seperti ini,” sesal Umar.

Terkait dengan pola komunikasi yang perlu dilakukan pemerintah dalam menangani pandemik Covid-19, PBNU mengingatkan pemerintah perlu melibatkan orang yang paham dengan kearifan lokal Indonesia.

Umar menambahkan, PBNU meyakini, apabila pihak yang berkomunikasi dengan masyarakat adalah sosok yang dekat dengan rakyat, berbagai kebijakan dan keinginan pemerintah akan dipatuhi oleh masyarakat dan pandemik Covid-19 dapat tertangani dengan efektif.

Bukannya kami merasa lebih bisa, tetapi harus diingat komunikasi akan lebih bisa nyambung bila dilakukan oleh  orang terdekat dan faham kearifan lokal, Misalnya Pak Wapres Ma’ruf Amin yang jelas memiliki basis masyarakat Islam seperti NU. Jika ini dimaksimalkan segala imbauan pemerintah akan diterima dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat,” pungkas pria lulusan Universitas Nasional ini.(rmol)