Pengamat Unwira: Moeldoko Amoral dan Tidak Berkelas

Moeldoko disebutnya harusnya paham bahwa intergitasnya sebagai tokoh diukur dari tindakannya saat ini. Dengan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB, Moeldoko sudah pasti disebut tidak bermoral, sebab meski tidak tertulis tetapi moralitas dipahami dan dihayati oleh semua politisi sebagai sesuatu yang mahal dan mulia.

Karena mahal dan mulia, moralitas itulah yang mengikat semua politisi yang ingin dikenang sebagai negarawan. Moeldoko rupanya lupa bahwa moralitas adalah hukum yang “given dan non negotiable” dalam politik.

Dalam moralitas inilah akan tampak dimensi-dimensi metafisis yang tidak bisa terkatakan tetapi hanya bisa dirasakan ketika seorang politisi melakukan sesuatu yang dilandasi oleh sikap kesatria dan jiwa besar.

“Dengan melakukan itu, maka yang akan tampak di sana adalah kehormatan,” tambah Mikhael.

Artinya dalam kasus KLB Demokrat ini, tokoh sekaliber Moeldoko sedang kehilangan kehormatannya di mata publik karena wacana dominan yang ada di ruang publik saat ini adalah tentang moralitas politik.

“Jadi menurut saya, apa yang dilakukan Moeldoko adalah ekspresi amoralitas politik. Mengapa amoral secara politik? Karena dalam politik yang paling brutal sekalipun, ada batasannya, yaitu moralitas,” katanya.

“Moralitas adalah sesuatu yang non-negotiable atau sesuatu yang tidak bisa dikompromikan. Anda boleh menyerang lawan politik Anda dan mengalahkannya, tapi batasannya adalah moral,” katanya.

Artinya, selama Moeldoko terlibat dalam kisruh ini karena dibawa serta oleh gerbong Jhoni Allen Marbun dan kawan-kawan yang dipecat AHY, sebagai hal yang wajar.

Tetapi menerima posisi sebagai Ketua Umum hasil KLB disebutnya sesuatu yang tidak bermoral dan tidak berkelas sebagai seorang gentleman. [fajar]