Petaka Bunga Utang Ketinggian dari Menteri Terbalik

Saya coba periksa data surat utang yang diterbitkan oleh Dirjen Pengelolaan dan Pembiayaan Resiko (DJJPPR) Kementerian Keuangan di website mereka, yaitu “Outstanding Surat Berharga Negara (SBN) 2019” selama 10 tahun terakhir.

Selama periode tersebut, ada empat orang menteri keuangan yang saya amati, yaitu Agus Martowardoyo (2010-2013), Chatib Basri (2013-2014), Bambang Brodjonegoro (2014-2016), dan Sri Mulyani (2016-2019).

Sangat menarik, ternyata terdapat pola tertentu dalam kebijakan penentuan kupon surat utang dari keempat menteri keuangan tersebut. Kedua menteri, yaitu Agus Martowardoyo dan Bambang Brodjonegoro memiliki kebijakan penentuan bunga atau kupon surat utang yang sesuai dengan, atau bahkan sedikit di bawah, kurva yield surat utang pemerintah.

Sedangkan, dua menteri lainnya, Chatib Basri dan Sri Mulyani memiliki kebijakan penentuan bunga atau kupon surat utang yang selalu rentang (‘spread’) nilainya di atas kurva yield alias ketinggian.

Sedikit informasi, kurva ‘yield’ adalah sebuah kurva yang memplot besaran yield atau imbal surat utang hasil berdasarkan perbedaan jatuh tempo si surat utang, digunakan sebagai patokan alias ‘benchmark’ dalam menilai kondisi pasar surat utang.

Jadi sederhananya, di kurva ‘yield’ kita dapat mengetahui berapa seharusnya patokan bunga alias kupon untuk surat utang dengan ‘tenor’ tertentu.

Sebagai contoh pola kebijakan kupon yang sesuai kurva yield. Pada era Agus Martowardoyo diterbitkan surat utang FR0053 (8 Juli 2010), FR0054 (22 Juli 2010), dan FR0056 (23 September 2010) dengan tenor masing-masing 10, 20, dan 15 tahun.

Besaran kupon yang ditetapkan oleh Agus Martowardoyo untuk ketiga surat utang tersebut berturut-turut: 8,25%; 9.5%; dan 8,375%. Kemudian bandingkan dengan besaran bunga patokan di kurva ‘yield’ di Juli 2010 yang untuk tenor, 10, 20, dan 15 tahun, berturut-turut: 8,341%; 9,632%; dan 8,792%%.

Maka dapat kita amati besaran kupon surat utang yang ditetapkan Agus
Martowardoyo sesuai acuan di kurva ‘yield’, bahkan di bawah.

Pada era Bambang Brodjonegoro diterbitkan surat utang FR0072 (9 Juli 2015) dan FR0073 (6 Agustus
2015) dengan tenor masing-masing 20 tahun dan 15 tahun. Besaran kupon yang ditetapkan oleh Bambang Brodjonegoro untuk kedua surat utang tersebut berturut-turut adalah 8,25% dan 8,75%.

Kemudian bandingkan dengan besaran bunga patokan di kurva ‘yield’ di Juli 2015 yang untuk tenor 20 tahun dan 15 tahun berturut-turut sebesar 8,26% dan 8,754%. Maka, dapat kita amati besaran kupon surat utang yang ditetapkan Bambang Brodjonegoro sesuai acuan di kurva ‘yield’.

Kemudian, contoh pola kebijakan kupon yang tidak sesuai kurva ‘yield’ atau ketinggian. Pada era Chatib Basri diterbitkan surat utang FR0068 (1 Agustus 2013), FR0070 (29 Agustus 2013), dan FR0071 (12 September 2013) dengan tenor masing-masing 20, 10, dan 15 tahun.