Refly Harun Soroti 6 Kejanggalan Putusan MA soal Sengketa Pilpres 2019

Mantan staf khusus Mensesneg ini berpendapat bahwa aturan dalam Pemilu ini harus dilakukan dalam waktu yang ketat sehingga harus ada kepastian termasuk kerangka hukum pemilu.

“Maka kemudian kalau ada orang yang mau mengajukan judicial review maka harus dibatasi 30 hari kerja, jangan sampai di tengah jalan ada perubahan peratuan yang memunculkan kekacauan hukum,” kata Refly menyarankan.

6. Batas waktu penyelesaian pengujian

Termaktub dalam Pasal 74 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pemilu,  MA memutus pengujian PKPU paling lama 30 hari kerja sejak permohonan diterima.

Sedangkan dalam perkara ini, permohonan gugatan diterima MA pada 14 Mei 2019 dan dibuat putusan pada 28 Oktober 2019, lebih dari 30 hari kerja seperti yang seharusnya dilakukan sesuai peraturan UU.

Refly mengungkapkan bahwa eksepsi KPU ternyata tidak diterima. Hal ini lantaran MA mewajarkan kondisi keterlambatan pemohon dengan alasan ketika PKPU dibuat mereka belum memiliki kepastian hukum

“Inilah yang fatal bagi MA, karena kalau konteks Pemilu semua aturan harus on the table, clear, ketika hasil Pemilu belum diketahui. Karena prinsip berpemilu adalah semua aturan harus settled di depan, kompetisi harus fair, dan apapun hasilnya harus dieterima sepanjang dilakukan dengan jujur dan adil,” ungkap Refly.

Ia lantas menyimpulkan putusan MA tentang sengketa Pilpres 2019 dengan nasib pemenang Pilplres yaitu Jokowi dan Maruf Amin.

“Bagaimana nasib Jokowi-Maruf? Nasibnya baik-baik saja, kalau kita kaitkan dengan putusan MA tidak ada pengaruhnya sma sekali, legitimasi hukumnya tidak berkurang. Jadi kalau ada orang bilang ada proses delegitimasi hukumnya, tidak ada kaitannya dengan putusan MA,” kata Refly memungkasi. [end]