Umat Hindu: Tudingan ‘Arabisasi’ Zalimi Masyarakat Banyuwangi

Menurut Komang, pihak yang menulis dengan tudingan ‘Arabisasi’ tidak memahami Banyuwangi. Wilayah yang justru malah merayakan perbedaan dengan berbagai atraksi seni-budaya khas kearifan lokal berbagai suku yang hidup di kabupaten tersebut. Mulai Suku Osing, Suku Bugis, Suku Madura, Suku Jawa dan masyarakat Tionghoa.

“Di Banyuwangi ini seni-budaya dirayakan semarak, dari Suku Osing sampai masyarakat Tionghoa ada festivalnya. Semuanya dirayakan tanpa memandang agama. Inilah cara kami di Banyuwangi untuk guyub, jadi tidak akan mempan dipecah belah orang luar,” imbuh Komang.

 

Seperti diketahui, di media sosial telah beredar tulisan yang menuding ada ‘Arabisasi’ dalam pengembangan pariwisata Banyuwangi hanya dengan merujuk pada pengembangan halal tourism di pantai kecil yang ada di Banyuwangi. Padahal di Banyuwangi, tradisi dan ritual adat khas Suku Osing begitu semarak digelar, bahkan masuk dalam kalender Banyuwangi Festival yang difasilitasi Pemkab Banyuwangi.

“Halal tourism itu hanya strategi marketing semata. Tidak ada urusan dengan Arabisasi. Saya menyesalkan ini karena kita mengembangkan pariwisata Banyuwangi ini dengan kerja keras dan strategi, sekarang orang yang tidak tahu apa-apa seenaknya sendiri ngomong Arabisasi,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi, MY Bramuda.

“Coba dipikir, kalau orang kemudian batal ke Banyuwangi, warung-warung yang dulu dibanjiri wisatawan, rezekinya berkurang. Orang kadang asal menulis, tanpa berpikir dampaknya ke masyarakat luas yang telah merasakan hasil pengembangan pariwisata Banyuwangi,” pungkas Bramuda. (dtk)