Beringas, Minoritas Menindas Mayoritas

Tudingan politik identitas yang dialamatkan ke umat Islam,  terus digiring sebagai momok yang menakutkan. Selain sebagai gerakan intoleran, politik identitas itu kerap dianggap mengancam kebhinnekaan dan kemajemukan bangsa.  Sejalan dengan itu, tirani minoritas terus menunjukkan superioritasnya pada mayoritas. Segelintir orang dan kelompok yang sesungguhnya  juga menjadi bagian dari politik identitas, bebas melenggang menguasai hajat hidup orang banyak dengan kekuasaannya terhadap negara dan kekayaan sumber daya alam di dalamnya.

Oleh Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari

BUKAN hoax apalagi fitnah adanya  berita tentang lahan di Indonesia dikuasai tidak lebih dari 1% penduduk. Selain pengelolaan sumber daya alam dan produksi-produksi kebutuhan pokok rakyat. Pemilik modal perorangan dan dalam bentuk korporasi itu, bahkan mampu menggeser peran negara. Pemerintah dan fungsi regulasinya telah diambil mesin-mesin kapitalisme dalam wujud perusahaan transnasional maupun multinasional.

Konstitusi berikut aparatur pemerintahan   telah dibeli dan menjadi cabang-cabang kekuatan industri borjuasi korporasi. Kepemilikan modal besar mampu melemahkan eksistensi negara, untuk selanjutnya melumpuhkan kekuatan rakyat. Demokrasi dilumpuhkan, institusi-intusi negara dan kelembagaan politik  telah menjadi alat sekaligus tameng birokrat dan pengusaha. Taipan-taipan itu menggandeng pemerintahan dan kemudian menjadi oligarki  yang membajak Indonesia.

Kesadaran kritis dan gerakan perlawanan semakin tak berdaya. Rezim kekuasaan yang ditunggangi mafia ekonomi dan politik, melancarkan represi dan atau fasilitas berupa harta   dan jabatan. Rakyat terbelah, sebagian turut mengekor pada kekuasaan dan tunduk pada pengusaha pengendali pemerintahan. Sebagian besar lainnya pasrah dan sedikit yang menentangnya secara sporadis dan parsial. Itupun kalau masih bisa selamat dari rezim.

Pemimpin-pemimpin intelektual dan agama tiarap dan mencari jalan aman dengan melakukan kompromi pada kekuasaan. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri dalam keterbatasan menghadapi kesulitan ekonomi, tekanan kebijakan politik rezim  dan mulai merasakan kesulitan hidup.  Rakyat mulai kehilangan semangat persatuan dan kesatuan sebagai sebuah bangsa. Konflik horisontal terus menghantar ke jurang disintegrasi sosial. Semakin komplit penderitaan rakyat banyak, hidup dalam kemiskinan dan terpecah-belah. Semua itu umat Islam yang paling merasakannya.