Edy Mulyadi yang Tidak Layak Diadili

Soal “tempat jin buang anak” bukan frasa ujaran kebencian itu ungkapan biasa untuk menggambarkan daerah yang jauh dan sepi. IKN baru yang memang masih dalam keadaan demikian. Apalagi terbukti beberapa waktu lalu di tempat ini dilakukan ritual mistik dipimpin oleh Presiden RI Jokowi. Upacara kendi pasir serupa dengan “buang jin”.

Tapi semua menyadari proses peradilan terhadap Edy bukanlah proses hukum tetapi proses politik. Sehingga berlaku adagium siapa berkuasa dapat bertindak apa. Negeri ini sudah tercoreng moreng oleh kasus-kasus politik di ruang pengadilan. HRS, Syahganda, Anton Permana, Jumhur, Kivlan Zen, dan lainnya menjadi contoh. Pembebasan aparat atas pembantaian 6 laskar FPI di ruang pengadilan juga bentuk dari operasi penyelamatan politik.

Edy Mulyadi tidak layak diadili, tidak ada kejahatan yang dilakukannya. Sementara penjahat asli masih berkeliaran dimana-mana apakah penista agama, koruptor, atau penghianat bangsa. Penjual kedaulatan negara itu pengisi ruang Istana. Bebas berkelana ke Singapura, Australia, Eropra, Amerika ataupun China.

Edy menjadi bagian dari martir demokrasi, pejuang kebebasan berpendapat, serta aktivis media  yang bersuara apa adanya. Edy mewakili aspirasi yang tersumbat. Berjalan lurus di lorong kegelapan kekuasaan. Melabrak fatsoen basa-basi atas ancaman tirani dan oligarki yang selalu sembunyi.

Selamat berjuang, selamat membela kebebasan dan kemerdekaan untuk berpandangan beda. Berbasis  keyakinan bahwa rezim sedang terperosok di lubang kezaliman. Kritik Edy Mulyadi atas IKN baru yang tidak layak dan dipaksakan adalah benar. Edy Mulyadi benar. [FNN]