Liberalisasi Agama dalam Proyek Radikalisme

Lebih dari itu, keinginan untuk melenyapkan klaim kebenaran yang dituding dapat memicu sikap radikal dan konflik horisontal. Karena konflik dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama akan tersingkirkan jika tiap-tiap agama -yaitu Islam- tidak lagi menganggap bahwa agamanya yang paling benar. Penerapan syariat Islam akan dianggap intoleren dan mengekang kebebasan individu masyarakat dan akan merusak persaudaraan antar umat beragama.

Padahal faktanya, bukan Islam yang akan memecah belah bangsa ini. Namun, sistem hidup sekuler liberal yang diadopsi oleh negara inilah yang telah menjadi segala biang keruwetan yang tak berujung dan tengah membawa kehancuran bagi bangsa ini.

Sementara jargon-jargon ‘Islam agama damai dan sejuk’ sejatinya adalah pemikiran-pemikiran liberal berkedok Islam yang ditujukan untuk mematikan ruh jihad dan ajarannya serta mengeliminasi istilah sakral kafir menjadi non-Muslim atau muwathinun (warga negara).

Begitu pula istilah Islam rahmatan lil ‘alamin yang ditafsirkan dengan makna menerima kebenaran segala keragaman agama, budaya, dan politik. Hasil dari liberalisasi Islam ini tumbuhnya paham pluralisme dan multikulturalisme. Padahal, keragaman agama bukan sebuah masalah bagi Islam. Namun, mencampuradukkan ajaran Islam dengan ajaran agama lain -dengan dalih toleransi- adalah sebuah kemungkaran.

Sebagaimana yang dilontarkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD di acara ILC tvOne, Selasa (29/10/2019) lalu, bicara tentang radikalisme. Namun, salah satu yang disasar dan dipersoalkan adalah ajaran Islam tentang mendidik anak sejak dini agar paham batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Kemudian menuding kelompok radikal telah menyebarkan virus-virus jahat kepada anak-anak sekolah sehingga perlu dilakukan deradikalisasi.

Inilah yang diinginkan Barat. Umat Islam diasingkan dari agamanya. Dan mengambil cara hidup Barat yang liberal sebagai “kemajuan”, “modern”, dan “kekinian”. Sebaliknya, perilaku dan didikan islami yang merupakan bagian dari ajaran Islam seperti dalam berpakaian dan pergaulan justru dianggap kolot.

Liberalisme telah menjadikan Islam tidak lagi sakral sebagai agama. Kebenaran Islam menjadi relatif. Bahkan ayat-ayat al-Quran perlu digugat dan direvisi agar sejalan dengan keinginan hawa nafsu mereka. Hukum bisa berubah-ubah sesuai waktu dan tempat. Seolah-olah hukum Allah SWT yang diturunkan untuk manusia dapat ditinjau dengan dalih perubahan waktu dan tempat.

Hal ini sangat kontradiktif dengan karakter kesempurnaan syariat Islam. Sebab, al-Quran dan ajaran Islam itu Allah turunkan untuk mengatur kehidupan umat manusia sepanjang zaman, bersifat tetap dan final. Dalam arti tetap aktual dan relevan untuk setiap waktu dan tempat. Inilah yang diinginkan Barat. Agar umat Islam melikuidasi ajaran agamanya sendiri atau mengkompromikannya dengan ajaran dan pemikiran di luar Islam.

Islam Ideologi Istimewa

Liberalisme sampai kapanpun tidak akan dapat menyatu dan berkesesuaian dengan Islam. Islam adalah agama yang berbeda dengan agama-agama lainnya. Islam adalah agama terakhir dan penghapus agama samawi sebelumnya. Allah SWT. telah menjamin pemeliharaan Islam sebagaimana ia diturunkan sampai Hari Kiamat nanti.

Allah SWT. berfirman:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya”. (QS al- Hijr [15]: 9)

Keunikan lainnya, Islam adalah suatu ideologi yang menyeluruh dan sempurna. Ideologi Islam didasarkan pada akidah yang dibangun atas dasar akal yang kemudian melahirkan peraturan hidup yang menyeluruh untuk mengatasi segala problem kehidupan manusia sampai Hari Kiamat. Tidak ada kesan bahwa Islam itu lemah dalam memberikan penjelasan hukum syariat untuk problem apa pun yang akan dihadapi manusia.

Allah SWT. telah berfirman:

“Kami telah menurunkan kepadamu Al- Kitab (al-Quran) sebagai penjelas segala sesuatu”. (QS an-Nahl 16: 89)

Jelas, narasi radikalisme yang dilekatkan pada Islam dan gerakan-gerakan Islam, nyata adalah permusuhan terhadap Islam, yang atas izin Allah akan segera menuai kegagalannya.

Allah SWT. berfirman:

“Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedangkan dia diajak pada agama Islam? Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir membencinya”. (QS ash-Shaff [61]: 7-8). [glr]

*) Penulis: Novita Aryani M. Noer, Direktur Ideology Battle Forum