Membaca Kembali Orasi Rendra Di Tengah Pandemi: Rakyat Belum Merdeka

Pemimpin rakyat di tengah teror global Covid-19 hanyalah aktor yang bersolek di depan kamera, sementara elit politik bersekutu dengan jaringan mafia industri neo kapitalisme dunia farmasi yang mengeruk laba di balik merebaknya virus corona.

Perampokan bantuan sosial (bansos), vaksinasi yang dipaksakan, akrobatik istilah PSBB dan PPKM Darurat yang diberlakukan tanpa mengindahkan perut rakyat, menjungkirbalikkan logika hukum dan menjadi dalih penanggulangan Covid-19, padahal sejatinya upaya cuci tangan pemerintah pusat agar negara  terbebas dari kewajibannya untuk menjamin kebutuhan rakyatnya selama pandemi.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dikuburkan, tetapi ketika kaum opisisi yang bersikap kritis atas kebijakan pemerintahan bersuara lantang dipidanakan oleh UU tersebut.

Akal sehat elit politik telah dibutakan oleh syahwat kekuasaan yang menyesatkan, dan mereka tidak menghiraukan bahwa Republik ini didirikan di atas konsepsi kedaulatan rakyat.

Kemerdekaan rakyat adalah kemerdekaan umat manusia yang hidup di bawah kolong langit.

Hakikat kemerdekaan tidak boleh dibatasi oleh dalil apapun, karena seperti halnya hak hidup yang layak untuk mendapatkan kesejahteraan dan keadilan, kemerdekaan merupakan hak asasi manusia yang diberikan Tuhan sejak manusia dilahirkan ke muka  bumi.

Exploitation de l’homme par l’homme atau penghisapan manusia atas manusia, pemasungan hak bersuara dan berserikat, serta keselamatan rakyat yang diabaikan oleh penyelenggara negara sesungguhnya merupakan tindakan tanpa perikemanusiaan yang bukan saja melanggar asas demokrasi tetapi telah mengkhiati amanat konstitusi.

Penegakan hukum di tengah pandemi tidak boleh didasarkan atas kepentingan politik pragmatisme.

Rakyat yang kini hidup dalam ketakutan akibat teror global Covid-19 selayaknya diperlakukan sebagai pemilik kedaulatan yang sah, diberikan ruang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, diedukasi agar terbuka cakrawala pemikiran dengan menciptakan ruang dialektik yang kontra monolog, bukan diancam pasal pemidanaan yang justru melenceng dari perintah konstitusi, karena salus populi suprema lex esto, hukum tertinggi adalah keselamatan rakyat. [RMOL]

Gan-Gan R.A
Praktisi hukum, pencinta kopi & puisi. [RMOL]