Moeldoko Trouble Maker Nasional

Yasonna juga menegaskan bahwa Kementerian Hukum dan HAM akan bersikap profesional dalam menangani kasus partai bintang mersi tersebut. Pihaknya akan bertindak profesional sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Itu supaya dicatat. Itu saja titik.

Ia juga mengatakan bahwa masalah dualisme kepemimpinan Partai Demokrat saat ini masih menjadi permasalahan internal partai itu. Setidaknya, sampai pihak Moeldoko mendaftarkan kepengurusan hasil KLB di Deli Serdang, Sumatra Utara, kepada pemerintah.

“Kalau dari segi kami, saat ini kami masih melihat ya masalah itu masih masalah internal Demokrat. Karena kelompok yang dikatakan KLB kan belum ada menyerahkan satu lembar apapun kepada kami,” tutur Yasonna.

Ia juga menegaskan, pihaknya akan menilai secara objektif sesuai AD/ART Partai Demokrat. Nanti kalau KLB datang pihaknya akan menilai semuanya sesuai AD/ART Partai Demokrat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Itu penting.

Setidaknya ada tiga point pernyataan Yasonna yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan, yaitu: 1. Masalah dualisme kepempimpinan Partai Demokrat; 2. Yasonna masih menunggu berkas hasil KLB; dan 3. Pengakuan adanya penyelenggaraan KLB.

Yang perlu ditegaskan, tidak ada dualisme kepemipinan Partai Demokrat. KLB Moeldoko di Sibolangit itu bodong surodong karena Tidak Memenuhi Kriteria KLB Partai Demokrat, sebagaimana yang tercantum dalam Sipol (Sistem Informasi Partai Politik), yaitu:

Dihadiri minimum oleh Setengah dari 514 DPC; Dhadiri minimum oleh Dua Pertiga dari 34 DPD; Dihadiri Ketua Majelis Partai. Yang jelas, semua kriteria dalam Sipol itu tak terpenuhi.

Maka jika negara ini adalah benar negara hukum, maka Menkum HAM Yasonna, yang juga ikut mengesahkan dan menandatangani dokumen syarat KLB Partai Demokrat Tidak Bisa mengesahkan hasil KLB bodong surodong tersebut.

Sebagai Kepala Staf Presiden (KSP), apalagi pensiunan Jenderal TNI, Moeldoko seharusnya tahu soal itu sebelum terlibat dalam “KLB” yang diisiasi bersama pecatan mantan pengurus Partai Demokrat seperti M. Nazaruddin dan Marzukie Ali itu.

Narasi Yasonna jelas memberi angin segar bagi Moeldoko Cs yang sebenarnya tidak pernah tercatat sebagai kader atau anggota Partai Demokrat. Etika politik jelas dilanggar Moeldoko Cs. Padahal, Yasonna juga ikut teken syarat KLB Partai Demokrat.

Akhir pekan awal Maret ini menjadi sesuatu yang mengejutkan bagi Partai Demokrat, AHY dan bahkan SBY. Di luar ekspetasi, Moeldoko, mantan KSAD dan Panglima TNI era SBY menjabat Presiden ditetapkan sebagai Ketum Partai Demokrat hasil KLB.

KLB yang bisa dikatakan sebagai upaya coup de etat AHY dari kursi Ketum Partai Demokrat seakan menjadi klimaks dari tudingan Partai Demokrat (resmi) bahwa orang-orang yang ada di lingkaran Presiden Joko Widodo ingin mengambil-alih parpol berlambang mercy itu.