“Panggilan Sejarah” Mahfud MD dan Hilangnya Political Ethics

Karena ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka etika politik yang dibangun harus bersumber dari nilai-nilai ajaran Pancasila. Prinsip-prinsip dasar seperti tepo seliro, tenggang rasa, gotong royong, musyawarah mufakat, keadilan, hingga persatuan dan kesatuan dalam bingkai ketuhanan tidak boleh dipisahkan dari etika politik Indonesia.

Dalam kasus Mahfud MD, kita melihat betapa rendahnya etika politik dicampakkan oleh para politisi kubu Jokowi yang notabene sebagai pemerintah definitif. Mungkin Prof Mahfud MD bisa berkata tidak kecewa, menunjukkan sikap tegar sambil tetap tersenyum. Namun publik tidak hanya membaca yang terucap, apa yang tersirat dan ekspresi wajah jauh lebih jujur dan nyata.

Betapa sebetulnya Prof Mahfud MD sangat kecewa dan sakit hati. Ini untuk kedua kalinya dia di-PHP oleh Jokowi. Yang kedua ini lebih sadis, ibarat menggarami luka yang masih menganga. Mahfud MD sudah terlanjur yakin kali ini pasti terpilih, dengan percaya diri dia menyebut sebagai “panggilan sejarah”, proses yang smooth, segala persyaratan administratif hingga jahit kemeja putih dipersiapkan, hingga stand by di sekitar Restoran Pelataran Menteng.

Ada tiga nilai yang dilanggar hingga membuat saya berani menyimpulkan bahwa politisi kubu Jokowi tidak memiliki etika politik Pancasila.

1. Tepo Seliro dan Tenggang Rasa

Mereka tidak menganggap dan mempertimbangkan perasaan orang lain, yaitu Prof Mahfud MD, keluarga dan pendukungnya. Begitu saja dibiarkan menunggu tanpa kepastian hingga akhirnya pulang ke kantor di sekitar Senen. Tidak ada konfirmasi dan tidak ada penjelasan yang bisa diterima nalar. Dalam situasi ini, permintaan maaf tidak lagi penting dan berarti.

2. Jujur dan Tepat Janji

Akhirnya terungkap, dibalik kegagalan Mahfud MD mendampingi Jokowi, ada kasak kusuk dan gerakan untuk menjegalnya melenggang ke istana. Awalnya Cak Imin (PKB) dan Gus Rommy (PPP) berkoordinasi. Lalu mereka mengontak Airlangga (Golkar), untuk menolak Mahfud MD. Yang menjadi kunci perlu digarap adalah Megawati. Maka, melalui Puan Maharani, pendekatan dilakukan. Puan yang ternyata tidak pro Mahfud setuju bahwa Mahfud adalah ancaman baginya dan PDIP di Pilpres 2024. Tugas mempengaruhi Megawati menjadi mudah lewat Puan.