Prabowo – Anies akan Pulihkan Kedaulatan Indonesia

Kedaulatan pangan semakin lucah. Sejumlah bahan makanan pokok harus diimpor. Penguasa hanya melihat impor sebagai solusi untuk kekurangan stok bahan makanan pokok. Di lain pihak, para petani lokal tak bisa berharap banyak kepada penguasa untuk membantu mereka. Padahal, ketahanan pangan (food security) adalah konsep yang seharusnya mengutamakan pembelaan dan pembinaan petani nasional. Kita tidak melihat aspek ini menjadi prioritas pemerintah.

Martabat bangsa? Tak perlu rasanya kita mengurai cerita. Kondisi yang semakin parah akhir-akhir ini cukuplah sebagai fakta. Para penguasa tidak mengerti mengapa sebuah bangsa perlu kuat dalam martabat. Mereka gagal memahami bahwa martabat membuat bangsa menjadi hebat. Sebaliknya, para penguasa bangga menyerahkan diri di bawah kendali lain negeri.

Semua kerusakan ini, insyaAllah, akan dipulihkan oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Anies Baswedan begitu mereka dilantik setelah Pilpres 2019. Presiden baru nanti harus bekerja keras dan cepat agar dampak kerusakan tidak semakin parah.

Mereka tidak hanya harus bekerja keras untuk mengkondisikan proses pemulihan, melainkan harus pula menghadapi gelombang perlawanan dari para pelaku pelecehan kedaulatan bangsa. Presiden Probowo kelak akan menghadapi teror dari banyak musuh kuat di dalam dan luar negeri.

Dengan kemenagan telak dan mandat yang kuat dari rakyat melalui pilpres 2019, Prabowo akan berhasil menjinakkan perlawanan. Beliau akan berpacu melawan akselerasi kerusakan yang menjadi peninggalan penguasa. Namun, bertindak cepat dan tepat insyaAllah akan menghentikan proses kerusakan itu. Tindakan cepat diperlukan pula untuk merajut kembali perpecahan komponen bangsa akibat kecerobohan pemimpin nasional.

Karena itu, kita tidak punya pilihan lain. Prabowo Subianto harus memegang kendali kekuasaan dari hasil pilpres 2019. Indonesia tidak boleh menambah satu hari pun juga kekuasaan pemerinatah yang ada hari ini. Cukuplah lima tahun bangsa dan negara terombang-ambing.

Cukuplah lima tahun amburadulisasi Indonesia.[]

Penulis: Asyari Usman, wartawan senior (swamedium)