Rezim Nekad dan Tuli

Indonesia dinilai buruk dalam penanganan pandemi Covid-19 oleh dunia internasional. 59 negara menutup pintu masuk warga negara Indonesia.

Di saat yang negara lain menurun justru kita meningkat. Kini dengan pelaksanaan “pesta demokrasi” yang dipaksa kan untuk dijalankan maka bertambah lagi bahan  bagi kecaman dunia. Indonesia pemberani, nekad, atau memang gila?

Desakan Muhammadiyah, NU, KAMI, dan organisasi lain bukan untuk membatalkan pilkada tetapi hanya menunda. Apa salahnya untuk dapat dipertimbangkan dan diterima.

Covid-19 itu sangat berbahaya. Satgas telah dibentuk untuk menunjukan situasi darurat. Bongkar pasang penanggungjawab pengendali pun telah dilakukan. Luhut Panjaitan kini menjadi komandan tertinggi.

Bila pemerintah ngotot tidak hendak menunda maka pertanggungjawaban dari segala risiko yang diakibatkannya harus ditanggung, termasuk siap untuk dinyatakan bahwa perbuatannya telah melanggar Konstitusi. Siap mundur atau dimundurkan jika gagal atas kebijakan “nekad dan tuli” nya tersebut.

Rezim harus ingat bahwa tujuan bernegara yang diatur dalam Pembukaan UUD 1945 antara lain adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.

Nah, sebagai penyelenggara negara maka pemerintah wajib untuk mendahulukan hal ini sebelum ngotot untuk memaksakan pilkada.

Pilkada itu sesuatu yang sangat bisa ditunda. Kecuali jika hanya demi kepentingan keluarga. Dan itu adalah pikiran gila.

M. Rizal Fadillah

Pemerhati politik dan kebangsaan.